Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temui Ketua DPRD Kaltim, Masyarakat Adat Long Isun Minta Pengakuan Hutan Adat

Kompas.com - 10/02/2020, 19:11 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com - Masyarakat Adat Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, menemui Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK, Senin (10/2/2020) di Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda.

Mereka meminta agar DPRD Kaltim mengambil sikap atas konflik yang tengah dihadapi masyarakat adat.

Diketahui, masyarakat Long Isun tengah memperjuangkan pengakuan atas hutan adat yang masuk konsesi PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT) pemegang hak penguasaan hutan (HPH) di Kecamatan Long Pahangai.

Baca juga: Satu Dekade Konflik dengan Perusahaan Kayu, Ini Perjuangan Masyarakat Long Isun Pertahankan Hutan Adat

Ada 13.150 hektar luasan konsesi PT KBT yang mencaplok hutan adat masyarakat Long Isun dari keseluruhan total luas konsesi 82.810 hektar.

Masyarakat Long Isun meminta ada pengakuan hutan adat dari pemerintah daerah.

Warga mengusulkan adanya payung hukum pengakuan dari pemerintah daerah baik melalui SK Bupati atau Peraturan Daerah (Perda).

"Draf Raperda dan naskah akademik sudah kami siapkan untuk pengakuan hutan adat itu," kata Carolus Tuah, Peneliti Pokja 30 Kaltim yang tergabung dalam Koalisi Kemanusiaan mengawal kasus Long Isun usai rapat bersama Ketua DPRD Kaltim, Senin.

Tuah mengatakan, sudah ada hasil pertemuan bersama tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hutan adat yang masuk konsesi perusahaan jadi status quo sambil menunggu usulan menjadi hutan adat.

Selain itu, tim KLHK juga meminta harus ada pengakuan masyarakat adat Long Isun dari pemerintah daerah, sebelum ditetapkan wilayah yang masuk konsesi PT KBT menjadi hutan adat.

"Artinya, sebelum pemerintah mengakui hutan adat, harus ada pengakuan dulu dari pemerintah daerah terhadap masyarakat. Ini sedang diperjuangkan," kata Tuah.

"Tapi, sampai sekarang pemerintah daerah belum membuat pengakuan itu. Alasannya, masih misterius. Harusnya Pemda Mahakam Ulu menjelaskan soal itu," sambung Tuah.

Padahal, kata Tuah, masyarakat adat sedang memperjuangkan kedaulatannya atas hutan dan tanah mereka. Perjuangan itu pun sudah diatur dalam peraturan.

Misalnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.

Kemudian, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kaltim.

Baca juga: Nasib Masyarakat Adat yang Terancam Investasi Hingga Kriminalisasi...

Lalu, Peraturan Daerah Kabupaten Mahakam Ulu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Lembaga Adat.

Serta, keputusan Bupati Mahakam Ulu nomor 800.05.140.436.1/K.185d/2017 tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat.

Dari semua payung hukum ini, kata Tuah, tak ada alasan lagi bagi Pemprov Kaltim dan DPRD Kaltim meminta kepada Pemkab Mahakam Ulu, memberi pengakuan kepada masyarakat adat.

Apalagi, proposal politik Gubernur Kaltim Isran Noor dan Wakil, Hadi Mulyadi pada Pilgub lalu mengusung tema Kaltim berdaulat.

"Warga ini sedang memperjuangkan kedaulatannya atas hutan dan tanah mereka. Tapi kesannya dibiarkan. Gubernur harus membuktikan janji politiknya," tegas Tuah.

Apalagi, pengakuan terhadap masyarakat adat ini sudah terjadi di dua kampung di Kaltim. Dua kampung itu, Muluy di Kabupaten Paser dan Juaq Asa, Kecamatan Barong Tongkok di Kutai Barat.

"Tapi perjuangan masyarakat Kampung Long Isun kok dibiarkan, padahal lebih 10 tahun sejak 2008 mereka berjuang," tegas Tuah.

Hasil pertemuan tersebut, Makmur meminta Komisi I DPRD Kaltim menindaklanjuti meneliti berkas usulan masyarakat adat dan hutan adat bagi masyarakat Long Isun.

Selain itu, Makmur juga berencana berkoordinasi dengan Kapolda Kaltim untuk status warga Long Isun, Theodorus Tekwan, yang ditersangkakan Polresta Kutai Barat.

Tekwan di tersangkakan karena menghentikan aktivitas perusahaan menebang kayu di hutan adat Long Isun setelah dilaporkan PT KBT.

Kini, Tekwan masih menyandang status tersangka sejak 2014.

"Sampai sekarang belum ada SP3, aneh," kata Tuah.

Makmur HAPK, mengapresiasi dan menyatakan dukungannya atas perjuangan yang dilakukan masyarakat Long Isun beserta koalisi.

Makmur juga akan membantu berkomunikasi dengan DPRD Mahakam Ulu dalam rangka percepatan pembahasan Raperda yang diajukan oleh masyarakat beserta koalisi.

“Kami akan membantu berkomunikasi dengan Polda Kaltim yang berkaitan dengan status tersangka itu, dan kami akan berkoordinasi dengan DPRD Mahakam Ulu untuk yang Raperda yang akan dilakukan oleh Komisi I DPRD Kaltim” ungkap Makmur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com