Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Warung Mie Ayam Bu Tumini yang Melegenda di Yogyakarta

Kompas.com - 10/02/2020, 18:59 WIB
Markus Yuwono,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Pecinta kuliner mi ayam dikejutkan dengan meninggalnya pemilik warung Mie Ayam Bu Tumini Sari Rasa Jatiayu, Bu Tumini, Sabtu (8/2/2020).

Warung Mie Ayam Bu Tumini begitu melegenda di Yogyakarta.

Namun, sedikit yang tahu perjuangan panjang Bu Tumini untuk mendapatkan kepercayaan bahkan kini menjadi salah satu legenda mi ayam di Yogyakarta. 

Kompas.com berkunjung ke rumah pertama Tumini, di Dusun Sawahan V, Desa Dadapayu, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Senin (10/2/2020).

Baca juga: Bu Tumini, Pemilik Warung Mi Ayam Legendaris Jogja, Meninggal Dunia

Tiba di lokasi, suasana duka masih terasa di rumah sederhana yang berada tepat di pinggir sungai kecil.

Di rumah bercat putih ini, jenajah Tumini disemayamkan terakhir kali sebelum dimakamkan dipemakaman setempat. 

Sejumlah kerabat dan mitra usaha masih mengunjungi untuk menyampaikan belasungkawa.

Sebuah karangan bunga dari sebuah perusahaan minuman masih ada, dan belum diletakkan di dekat pusara Tumini.

"Ibu banyak tinggal di Bantul (Jejeran, Wonokromo, Plered), disini ditempati bulik," kata anak pertama Tumini, Eko Supriyanto di Jatiayu, Karangmojo. 

Eko sudah menetap di wilayah Kecamatan Tridadi, Sleman, dan membuka usaha mi ayam dengan nama Junior satu.

Dia melanjutkan usaha mi ayam yang sudah dirintis ibunya sejak puluhan tahun lalu. 

Dia menceritakan, awal pasangan almarhum Tumini dan Suparman berjualan mi ayam, bermula dari kepiawaian Suparman membuat mi.

Almarhum Tumini dan Eko SupriyadiDokumen Pribadi Almarhum Tumini dan Eko Supriyadi

Keahlian itu ia diperoleh dari saudaranya di Cirebon, Jawa Barat.

Medio 1989, keluarga kecil dengan lima anak ini awalnya menyewakan beberapa gerobak mi ayam kepada para pedagang keliling di kawasan Kota Gede.

Untuk sewa gerobak setiap hari dipatok Rp 500.

Suparman dan Tumini juga menyuplai mi basah sebagai bahan utama mi ayam.

Tahun 1990 keluarga ini dengan modal uang hasil menyewakan gerobak dan membuat mi basah, memberanikan membuka usaha mi ayam di Jalan Imogiri Timur No 187 Umbul Harjo, atau persisnya di sisi utara pintu masuk Terminal Giwangan.

Eko masih ingat dirinya setiap hari membantu ibunya untuk merintis usaha itu.

“Awalnya lakunya enggak banyak, hanya sekitar 38 sampai 30 porsi, dan 60 porsi untuk akhir pekan,” kata Eko.

Harga saat itu Rp 250 per mangkok mi. Lumayan untuk ukuran penjual mi ayam saat itu.

Pada tahun 1996, Suparman kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit selama dua pekan hingga akhirnya meninggal dunia.

Selama dua pekan warung mi ayam sempat mengalami kemunduran, karena saat itu fokus menunggu di rumah sakit, dan dipercayakan kepada kerabatnya.

Sehingga cara memasaknya pun berbeda. 

Namun, seiring berjalannya waktu, warung mi ayam kembali laris.

Booming mi ayam Tumini dikenal sejak adanya media sosial sekitar awal tahun 2000-an.

Saat itu, penikmat mi ayam khas dengan kuah kental yang memiliki rasa manis, gurih membagikan ke dunia maya.

Sampai saat ini mi ayam setiap hari dikunjungi ratusan orang.

“Sejak ada medsos, YouTuber ikut (mereview mi ayam), akhirnya sampai keluar daerah. Ada Facebook ada, Twitter, dan Instagram,” ucap Eko. 

Eko mengatakan, ibunya terus mempertahankan resep yang ditemukannya hingga kini.

Sehingga, hingga saat ini masih banyak penggemar yang datang.

Baca juga: Viral Bu Timini, Berikut Sepak Terjang Warung Mi Ayam Tumini

 

Anak kedua Tumini yang selama ini membantu warung utama di Jalan Imogiri akan meneruskan usaha yang dirintis Tumini.

Sementara anak ketiga membuka warung mi ayam di sekitar markas Brimob Jalan Imogiri, dan sekitar Jalan Afandi.

“Adik saya keempat dan kelima memiliki usaha lain. Mungkin besok bisa bantu di Giwangan (Warung Jalan Imogiri Timur),” ucap Eko. 

“Anak mecah sendiri (membuka usaha me ayam) dengan resep dan ciri khas yang sama dengan bimbingan yang sama. Pertama dimasakke ibu lalu dia bilang terusno,”  kata Eko menambahkan.

Untuk mempertahankan rasa di semua warung mi ayam, bumbu dari keempat warung mi ayam disuplai dari warung utama di Jalan Imogiri Timur.

Eko terakhir bertemu ibunya pada Minggu (2/2/2020).

Saat itu tidak ada keluhan dari sang ibu, karena selama ini juga tidak ada riwayat penyakit yang mengkhawatirkan. 

Setiap hari ibunya menunggui warung mi ayam, dan masih mengecek rasa mi yang dihidangkan.

Sampai akhirnya pada Jumat (7/2/2020) Tumini mengeluh sakit dan meninggal di RS Rajawali Citra, Plered, Bantul, Sabtu. 

Keluarga memutuskan untuk memakamkan Tumini di Desa Jatiayu, karena sang suami juga dimakamkan di sana.

Selain itu kerabat masih banyak di sana, dan rumah utama keluarga ini pun di Jatiayu.

Tumini merupakan wanita kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, dan Suparman asli Jatiayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com