Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Korban Saat Detik-detik Bom Meledak di Surabaya pada 2018

Kompas.com - 10/02/2020, 11:14 WIB
Andi Hartik,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Desmonda Paramartha belum lama berada di gereja, saat bom meledak pada13 Mei 2018.

Pada Minggu pagi, sekitar pukul 07.15 WIB, perempuan berusia 21 tahun itu lari meminta pertolongan dengan kondisi kaki yang lemas akibat ledakan bom.

Bom itu meledak tepat di halaman Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB) di Jalan Ngagel 1 Kota Surabaya, Jawa Timur.

Baca juga: Aksi Teror Polsek Wonokromo, Terekam CCTV hingga Terkait Bom Gereja Surabaya

Pada hari yang sama, terdapat tiga kasus ledakan bom bunuh diri yang hampir bersamaan dan dilakukan oleh satu keluarga.

Selain di Gereja Santa Maria Tak Bercela, bom juga meledak di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno dan Gereja GKI di Jalan Diponegoro.

“Saya sampai di gereja jam 07.00 WIB, saya langsung berada di halaman gereja. Tidak ada firasat sama sekali,” kata Desmonda dalam sebuah acara yang digelar Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Rabu (5/2/2020).

Hari itu menjadi hari yang mengerikan bagi Desmonda.

Sebab, biasanya dia ke gereja pada sore hari.

Namun, hari itu dia berangkat pagi ke gereja, karena harus menjaga parkir jemaah.

“Saat itu saya sedang jaga parkir untuk penggalangan dana Orang Muda Katolik di gereja saya. Kebetulan saya aktivis di gereja,” kata dia.

Baca juga: Kisah Mbah Siah, Takut Diambil Sidik Jari hingga Akhirnya Punya KTP

Perempuan kelahiran September 1998 itu menyaksikan detik-detik terjadinya bom bunuh diri.

Menurut Desmonda, ketika itu kedua pelaku yang kemudian diketahui kakak beradik bernama YF (18) dan FH (16) mengendarai sepeda motor dan menerobos masuk ke halaman gereja.

Relawan keamanan gereja, Aloysius Bayu Rendra Wardhana sempat mencegah kakak beradik tersebut.

Namun, seketika bom meledak.

“Pada saat itu, posisi saya sekitar 6 sampai 7 meter dari pelaku. Saat itu saya terkena ledakan. Saya masih sempat jalan, lari bahkan untuk mencari pertolongan,” kata Desmonda.

Desmonda mengatakan, saat itu kondisi gereja sedang ramai, karena sedang pergantian jadwal misa.

Jemaah ada yang datang dan ada yang hendak pulang.

Baca juga: Kisah Joko, Punya Omzet Setengah Miliar Rupiah Per Bulan dari Cacing

Bahkan, saat bom meledak, sebuah mobil sedang menurunkan jemaah tepat di depan pintu gerbang gereja.

Akibat ledakan itu, Desmonda harus menjalani operasi.

Begitu juga dengan korban-korban yang lain. Beruntung, tidak ada cacat fisik yang dialami Desmonda.

Desmonda merasa sangat marah atas kejadian itu. Dia selalu bertanya-tanya kenapa gerejanya yang menjadi sasaran bom.

Namun, Desmonda mengaku sudah memaafkan pelaku, karena menganggapnya sebagai korban dari paham ekstremisme.

“Sampai sekarang pun pertanyaan itu masih membingungkan, karena tidak ada jawaban yang masuk akal. Tapi saya menjawabnya dengan pemikiran yang positif, agar saya bisa memaafkan pelaku, agar mereka tenang di sana,” kata Demonda.

Dorong pemenuhan hak korban

Aliansi Indonesia Damai (AIDA), lembaga yang peduli pada pendampingan korban kasus terorisme mendorong supaya hak-hak korban terpenuhi.

Terutama korban kasus terorisme yang terjadi sebelum 2014.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebenarnya juga mengatur hak-hak korban berupa kompensasi dan restitusi.

Namun, AIDA mencatat, pemerintah tidak memenuhi hak korban tersebut.

“Berdasarkan temuan kami, sampai 2014 belum ada satu pun para korban yang mendapatkan hak kompensasi dan restitusi. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang,” kata Direktur AIDA Hasibullah Satrawi.

AIDA juga mendorong terbitnya peraturan pemerintah tentang UU Terorisme.

Menurut Hasibullah, peraturan pemerintah itu bisa menjadi peraturan turunan untuk pemenuhan hak korban.

“PP dari UU sebagai payung hukum bagi pemenuhan hak korban yang lama, yakni korban sebelum undang-undang ini,” kata dia.

AIDA mengatakan, sudah banyak korban aksi kekerasan terorisme di Indonesia. Meski begitu, belum semua korban terdata.

“Untuk sementara kita tidak bisa memberikan angka pasti korban terorisme. Sekitar 300 orang sampai 500 orang yang masuk dalam kategori korban bom. Saya yakin ini lebih besar. Saya yakin masih banyak belum terdata,” kata Hasibullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com