Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Gubernur Legalkan Arak, Tuak, dan Brem Bali

Kompas.com - 07/02/2020, 16:18 WIB
Setyo Puji

Editor

KOMPAS.com - Sejumlah minuman fermentasi seperti arak, tuak, dan brem resmi dilegalkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.

Alasan Gubernur Bali mengeluarkan regulasi tersebut, karena komoditas itu dianggap bagian dari sumber keragaman budaya yang patut dilindungi.

"Minuman fermentasi atau distilasi khas Bali salah satu sumber daya keragaman budaya Bali yang perlu dilindungi, dipelihara, dikembangkan," kata Gubernur Bali I Wayan Koster di Denpasar, Rabu (5/2/2020).

Pelegalan minuman itu, kata dia, telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub), Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Distilasi Khas Bali.

Baca juga: Pelegalan Arak Bali Disebut Sudah Dinanti Masyarakat, Apa Sebabnya?

Dalam ketentuan yang terdiri dari 9 bab dan 19 pasal itu mengatur sejumlah hal, seperti perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, kemitraan usaha, promosi, hingga branding.

Meski demikian, Pergub itu melarang penggunaan bahan baku yang mengandung alkohol dalam pembuatan minuman fermentasi.

Untuk memaksimalkan pemasaran dan branding, setiap produsen yang membuat minuman fermentasi secara tradisional itu hanya diperbolehkan menjual produknya kepada koperasi.

Kemudian, koperasi akan memberikan label dan mengemas minuman untuk selanjutnya disalurkan kepada distributor yang menjalin kerjasama.

Agar tidak dikonsumsi sembarang orang, peredaran minuman itu juga telah diatur sedemikian rupa.

Di antaranya dilarang untuk dijual kepada remaja, PKL, penginapan, bumi perkemahan, tempat yang dekat dengan peribadatan, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, dan fasilitas kesehatan.

Sedangkan untuk keperluan upacara adat, maksimal pembelian arak atau brem hanya lima liter, itu pun harus menunjukan surat keterangan dari Bendesa Adat.

"Minuman fermentasi atau distilasi khas Bali dilarang dijual kepada anak di bawah umur dan atau anak sekolah," kata Koster.

Baca juga: Minuman Sophia Khas NTT Mulai Dijual, Per Botol Rp 750.000

Sementara itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Gusti Ngurah Sudiana mengapresiasi regulasi yang dikeluarkan Gubernur Bali tersebut.

Pasalnya, aturan itu sudah lama dinantikan masyarakat.

"Kalau pelegalan arak Bali, dari dulu sudah diharapkan masyarakat," kata Sudiana, kepada Kompas.com, Jumat (7/1/2020) pagi.

Alasannya, karena masyarakat di Karangasem, Bangli dan sebagian Klungkung banyak yang menggantungkan nafkahnya dari produksi arak.

Selain itu, minuman tersebut diperlukan untuk bahan pengobatan, upacara, dan lainnya.

Penulis : Kontributor Bali, Imam Rosidin | Editor : Robertus Belarminus, Dheri Agriesta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com