Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ujang, Petani Milenial yang Stabilkan Harga Bawang hingga Dipanggil Jokowi ke Istana

Kompas.com - 07/02/2020, 14:33 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Deretan piagam penghargaan berjejer dalam rak di sebuah rumah di Kampung Cikawari RT 04 RW 11, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Piagam tersebut milik si empunya rumah, Ujang Margana (25). Ia adalah petani milenial yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana pada 2018 karena dedikasinya di bidang pertanian.

Kepada Kompas.com, Ujang menceritakan kiprahnya di bidang pertanian sambil menunjukkan hamparan luas tanah garapannya yang berada persis di depan rumahnya.

“Itu tanah garapan saya dan kelompok tani saya, Tricipta. Luasnya 50 hektar (ha),” ujar Ujang sambil berjalan dengan sepatu botnya ke kebunnya, akhir Januari lalu.

Ujang menceritakan, sejak kecil dia sudah akrab dengan dunia pertanian karena orangtuanya kerap membawanya ke kebun.

Baca juga: Simalakama Petani Indonesia: Jatuh Bangun Cari Modal Saat Musim Tanam Tiba (1)

 

Awalnya garap sepetak tanah ayahnya

Saat duduk di bangku SMA Guna Dharma, Ujang mencoba menggarap sepetak tanah ayahnya. Ia mengurus dari awal pembibitan, penanaman, hingga panen.

Tak disangka, sang ayah menyerahkan semua hasil panennya sebesar Rp 35 juta kepada Ujang. Untuk anak SMA seperti dirinya, jumlah tersebut tentunya sangat besar.

“Hasil Rp 35 juta itu untuk sekali tanam sekitar 70 hari,” imbuhnya.

Baca juga: Kisah Sedih Calon Pengantin di Natuna, Nyaris Gagal Nikah Gara-gara Lokasi Resepsi Dekat Karantina Virus Corona

Melihat besarnya potensi pertanian, Ujang semakin tertarik dengan dunia tersebut. Itulah alasan ia memilih perguruan tinggi yang dekat dengan rumahnya agar ia bisa menjalankan keduanya dengan baik.

Sebelum kuliah, ia mengecek kebunnya. Saat pulang kuliah, ia pun akan menghabiskan waktu di kebun.

Namun, ia tidak mengambil jurusan pertanian. Karena ingin merasakan pengalaman yang berbeda, ia mengambil Fakultas Sosial dan Politik Universitas Al-Ghifari Bandung.

Meski mengambil jurusan politik, ia sama sekali tak tertarik dengan bidang tersebut. Ia tetap mencintai dunia pertanian.

Setelah lulus kuliah, ia semakin fokus di bidang pertanian. Ia mengajak petani di sana dan membentuk kelompok tani yang ia beri nama Tricipta.

Baca juga: Simalakama Petani Indonesia: Sulit Akses Modal, Fintech Jadi Alternatif Pembiayaan (2)

 

 

Stabilitas harga

Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Ujang Margana (25), petani asal Cimenyan, Kabupaten Bandung, tengah mengecek kebun bawang miliknya, belum lama ini.
Hingga Mei 2016, tepatnya menjelang Idul Fitri, harga bawang merah di pasaran melonjak tinggi. Dari biasanya Rp 20.000 menjadi Rp 40.000-Rp 50.000 per kg di Bandung. Bahkan di Jakarta, harganya mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg.

Saat itu, Ujang mengumpulkan kelompok taninya. Ia berupaya meyakinkan mereka agar menjual di harga Rp 20.000 untuk menekan harga di pasaran.

“Saat itu kami punya 120 ton bawang merah. Kalau kami ikut harga pasar, kami akan untung besar, tapi kemudian bawang impor masuk,” tuturnya.

Itu artinya, keuntungan yang kami peroleh hanya bersifat sementara atau hanya satu musim tanam itu. Sedangkan kerugian akibat bawang impor bisa kami rasakan lebih dari tiga kali musim tanam.

Setelah berhasil meyakinkan kelompok taninya, Ujang membawa 120 ton bawang merah tersebut ke Jakarta. Ia membantu Kementerian Pertanian melakukan operasi pasar.

“Saat itu keuntungan saya dan kelompok tani saya hanya Rp 4.000 per kg. Tapi alhamdulillah, harga bawang di pasaran bisa ditekan,” tuturnya.

Keberhasilannya menstabilkan harga bawang merah membuat Ujang dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Negara. Ujang mendapatkan penghargaan tingkat nasional sebagai pemuda tani teladan.

Sebelumnya, Ujang terpilih menjadi petani teladan tingkat kabupaten dan provinsi.

Baca juga: Cerita di Balik Kedatangan Bupati Minahasa Selatan ke Istana, Tak Diundang Jokowi hingga Pernah Diperiksa KPK

 

Terasering

Kini, sejumlah perubahan sedang ia siapkan, di antaranya menggunakan konsep terasering untuk kebunnya.

Terasering merupakan metode bercocok tanam dengan membuat teras-teras untuk mengurangi panjang lereng. Terasering ini akan menahan air sehinga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.

“Kalau yang sekarang masih menggunakan konsep biasa. Jadi kalau hujan, air dengan cepat mengalir ke bawah,” ungkapnya.

Kondisi ini menyumbang banjir yang kerap terjadi di Jalan AH Nasution, Kota Bandung. Perubahan yang dilakukan kelompoknya diharapkan bisa mengatasi banjir.

“Pokoknya yang masuk kelompok tani Tricipta harus mengubahnya jadi terasering dan menjadi contoh,” tutur Ujang.

Selain itu, daerahnya menjadi bagian percontohan desa digital. Jadi, ketika ia bepergian, ia masih bisa memantau kebunnya dan menyiram pohon bawangnya lewat aplikasi di gadget.

Baca juga: Saat Diundang Jokowi, Risma Minta Sertifikasi Tanah Warga Morokrembangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com