Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Terbakar, Induk dan Anak Orangutan Bersarang di Depan Rumah Warga, Kurus Kurang Gizi

Kompas.com - 06/02/2020, 12:30 WIB
Hendra Cipta,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

KETAPANG, KOMPAS.com - Tim gabungan IAR Indonesia dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat menyelamatkan dua orangutan indukan dan anakan di Jalan Pelang-Tumbang Titi, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Minggu (2/2/2020).

Induk dan anakan orangutan ini kemudian diberi nama Mama Rawa dan Baby Rawa.

Argitoe Ranting, Manager Survey, Release dan Monitoring Yayasan IAR Indonesia mengatakan, penyelamatan dua orangutan itu bermula dari laporan seorang warga bernama Purnomo.

Baca juga: Habitat Terusik Tambang dan Pembalakan Liar, Orangutan Masuk Kebun Warga di Kalbar

Purnomo menyebut, ada orangutan yang sudah tiga hari bersarang di depan rumahnya.

Menurut keterangannya, orangutan ini berasal dari hutan di sebelah timur jalan, yang hangus terbakar dan kemudian menyeberang ke jalan raya.

Seperti diketahui, kebakaran hutan dan lahan sempat terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada musim kemarau tahun 2019.

"Ironisnya, tempat para orangutan menyelamatkan diri inipun sudah tidak lagi menyisakan pepohohan yang cukup layak untuk mereka makan dan mencari penghidupan," kata Argitoe dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com di Pontianak, Kamis (6/2/2020).

Penyelamatan dilakukan lantaran di hutan di tempat kedua orangutan ini hidup, tak lagi ada makanan

Semuanya sudah habis terbakar, menyisakan sisa batang pohon yang hangus dan ilalang yang mulai tumbuh.

"Hanya perlu waktu beberapa minggu untuk menghanguskan hutan dan perlu waktu puluhan tahun untuk bisa merestorasinya kembali," ujar Argitoe.

Orangutan jantan kabur

Ketika tim penyelamat datang, tim menemukan tiga individu orangutan, satu jantan dewasa, satu betina dewasa dan anaknya yang diperkirakan berusia tiga tahun.

Mereka bertahan di pohon kering yang nampak kesulitan menahan beban mereka.

Tim penyelamat yang berfokus pada penyelamatan induk dan anak sempat kehilangan orangutan jantan ini.

“Kami mengutamakan menyelamatkan induk dan anak ini karena kondisi keduanya lebih mengkhawatirkan daripada orangutan yang jantan,“ ucap Argitoe.

Orangutan jantan yang kabur itu dianggap masih sangat liar dan masih cukup kuat.

"Kami pikir dia masih akan lebih bisa bertahan untuk waktu yang lama," jelas Argitoe.

Induk dan anak orangutan diselamatkan dari hutan yang terbakar di Jalan Pelang-Tumbang Titi, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Minggu (2/2/2020).dok IAR Indonesia Induk dan anak orangutan diselamatkan dari hutan yang terbakar di Jalan Pelang-Tumbang Titi, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Minggu (2/2/2020).

Namun, pihaknya tetap menurunkan tim patroli Orangutan Protection Unit (OPU) untuk melakukan patroli dan monitoring di sekitar kawasan itu.

Untuk mengevakuasi induk anak ini, tim penyelamat menggunakan senapan bius guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kekurangan gizi

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara di lapangan, induk orangutan ini mengalami malnutrisi dengan badan yang sangat kurus.

Induk dan anakan orangutan ini kelaparan selama berbulan-bulan.

Tidak mengherankan melihat kondisi hutan yang hancur lebur dilalap api pada akhir tahun silam.

Pemantauan dari udara menunjukan sudah tidak ada lagi hutan yang layak bagi orangutan ini untuk hidup dalam radius beberapa kilometer.

"Saat ini keduanya dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan IAR Indonesia di Sungai Awan, Ketapang untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Nantinya kedua orangutan ini akan dipindahkan ke hutan yang lebih layak untuk menjamin kehidupannya," terang Argitoe.

Tidak ada sumber makanan

Karmele L Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia mengatakan, kerusakan ekologi akibat api tidak bisa pulih begitu saja meski hujan sudah kembali membasahi bumi.

Efek kebakaran hutan masih terasa hingga saat ini.

"Sebagai makhluk yang hidupnya sangat bergantung pada keberadaan hutan, orangutan paling merasakan dampak hancurnya hutan akibat kebakaran hutan," ucap Karmele.

Dia melanjutkan, kebakaran yang menghancurkan rumah orangutan membuat mereka kehilangan tidak hanya sumber makanan, tetapi juga merampas ruang hidup.

Orangutan terpaksa mencari tempat yang lebih baik, meskipun kenyataannya hutan sudah benar-benar musnah dan tidak ada lagi tempat untuk menyelamatkan diri.

Orangutan biasanya akan berakhir di kebun atau pemukiman warga dan menghadapi risiko konflik dengan manusia.

“Kebakaran hutan sejauh ini merupakan ancaman terbesar bagi orangutan di wilayah kerja IAR Indonesia, ujar Karmele.

Penyelamatan selalu merupakan pilihan terakhir.

Namun, kadang itulah satu-satunya pilihan karena tidak bisa membiarkan orangutan hidup di sisa-sisa pepohohan yang telah dimakan api.

"Demi kehidupan semua populasi orangutan yang tersisa, kita harus terus bekerja sangat keras untuk melindungi habitat mereka dari kebakaran," ujar Karmele.

Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor Adirahmanta mengatakan, kerusakan habitat satwa pada akhirnya akan menyengsarakan manusia dengan semakin maraknya konflik antara satwa dan manusia.

Kegiatan penyelamatan tersebut hanyalah sebuah tindakan kecil, bahkan sangat kecil, dibandingkan dengan langkah-langkah dan kebijakan yang seharusnya diambil ke depan.

Kepedulian akan keberadaan dan kelestarian satwa menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah, mitra maupun masyarakat.

"Pada hakikatnya peduli pada satwa liar adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri," tutup Sadtata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com