Orangutan jantan yang kabur itu dianggap masih sangat liar dan masih cukup kuat.
"Kami pikir dia masih akan lebih bisa bertahan untuk waktu yang lama," jelas Argitoe.
Namun, pihaknya tetap menurunkan tim patroli Orangutan Protection Unit (OPU) untuk melakukan patroli dan monitoring di sekitar kawasan itu.
Untuk mengevakuasi induk anak ini, tim penyelamat menggunakan senapan bius guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kekurangan gizi
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara di lapangan, induk orangutan ini mengalami malnutrisi dengan badan yang sangat kurus.
Induk dan anakan orangutan ini kelaparan selama berbulan-bulan.
Tidak mengherankan melihat kondisi hutan yang hancur lebur dilalap api pada akhir tahun silam.
Pemantauan dari udara menunjukan sudah tidak ada lagi hutan yang layak bagi orangutan ini untuk hidup dalam radius beberapa kilometer.
"Saat ini keduanya dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan IAR Indonesia di Sungai Awan, Ketapang untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut. Nantinya kedua orangutan ini akan dipindahkan ke hutan yang lebih layak untuk menjamin kehidupannya," terang Argitoe.
Tidak ada sumber makanan
Karmele L Sanchez, Direktur Program IAR Indonesia mengatakan, kerusakan ekologi akibat api tidak bisa pulih begitu saja meski hujan sudah kembali membasahi bumi.
Efek kebakaran hutan masih terasa hingga saat ini.
"Sebagai makhluk yang hidupnya sangat bergantung pada keberadaan hutan, orangutan paling merasakan dampak hancurnya hutan akibat kebakaran hutan," ucap Karmele.
Dia melanjutkan, kebakaran yang menghancurkan rumah orangutan membuat mereka kehilangan tidak hanya sumber makanan, tetapi juga merampas ruang hidup.