KOMPAS.com - Raja Kutai Mulawarman di Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Iansyahrechza atau disapa Raja Labok, tidak setuju jika perkumpulan yang dipimpinnya disamakan dengan kerajaan fiktif seperti Sunda Empire atau King of The King dan sejenis lainnya.
Lembaganya, kata Labok, tak pernah memungut biaya apapun dari anggota atau merugikan orang lain, apalagi berniat memerintah atau berkuasa.
Perkumpulannya murni memajukan adat dan kebudayaan yang ada di lokasi tersebut.
"Kami berdiri sendiri. Kami ingin angkat warisan adat dan budaya di Muara Kaman," terang Labok, Rabu (5/2/2020).
Baca juga: Muncul Kerajaan Kutai Mulawarman di Calon Ibu Kota Negara, Ini 5 Faktanya
Perkumpulan ini, awalnya terbentuk pada 1999 dengan nama Lembaga Dewan Adat Forum Komunikasi Kerabat Mulawarman.
Kemudian, pada 2001 diadakan upacara adat Mulawarman dan diresmikan Lembaga Adat Besar Kecamatan Muara Kaman.
Lembaga itu menopang Kerajaan Kutai Mulawarman.
Kala itu, Labok dilantik sebagai pimpinan lembaga Kerajaan Kutai Mulawarman dengan gelar Maharaja Srinala Praditha Alpiansyahrechza Fachlevie Wangsawarman menjadi Maharaja Kutai Mulawarman.
Sejak itu lembaga adat tersebut melakukan upacara-upacara adat kerajaan, termasuk membuat kabinet dan penamaan gelar.
"Soal itu hak kami. Sesuai falsafah kerajaan kami. Semua itu diatur oleh dewan pemangku adat," jelasnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan