Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Dekade Konflik dengan Perusahaan Kayu, Ini Perjuangan Masyarakat Long Isun Pertahankan Hutan Adat

Kompas.com - 06/02/2020, 05:58 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Sudah satu dekade konflik tenurial masyarakat adat Kampung Long Isun dan PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT), pemegang hak penguasaan hutan (HPH) di Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, tak kunjung usai.

Kasus bermula saat PT KBT mendapat izin perpanjangan HPH Nomor SK.217/MENHUT-II/2008 tanggal 9 Juni 2008 di Kecamatan Long Pahangai seluas 82.810 hektar.

Dari total luasan itu, ada 13.150 hektar konsesi masuk wilayah adat kampung Long Isun.

Baca juga: Tolak Eksploitasi Hutan Adat Pulau Seram, Mahasiswa Duduki Jalan Raya

Sejak itu, masyarakat berseteru dengan perusahaan karena mempertahankan hutan adat dari ancaman kerusakan.

Berbagai cara ditempuh guna mendapat pengakuan atas hutan adat melalui peraturan daerah (Perda).

Terakhir, Februari 2018, Pemkab Mahakam Ulu memfasilitasi pertemuan antara masyarakat adat dengan perusahaan dan melibatkan sejumlah pihak.

Poinnya, disepakati wilayah konsesi PT KBT yang masuk wilayah kampung Long Isun ditetapkan status quo dan akan diproses menjadi hutan adat.

Dalam proses penetapan hutan adat harus melibatkan Dewan Adat Dayak wilayah Mahakam Ulu, Wahli Kalimantan Timur, Perkumpulan Nurani Perempuan, Pokja 30 Kaltim, dan Jaringan Advokat Lingkungan Hidup yang tergabung dalam koalisi kemanusiaan.

Koalisi ini juga yang mengawal kasus tenurial masyarakat Kampung Long Isun.

Baca juga: Pemerintah Diminta Percepat Proses Legalisasi Hutan Adat

Selain itu, disepakati pula konflik tapal batas antara masyarakat Kampung Long Isun dan Masyarakat Naha Aruq dengan PT KBT segera dihentikan.

"Tapi kesepakatan itu tidak terlaksana. Kami datang ke sini mau tagih janji kepada pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu," ungkap Christina Yeq Lawing salah satu warga Long Isun dalam keterangan pers di Samarinda, Rabu (5/2/2020).

Saat ini, kata dia, perusahaan terus melakukan aktivitasnya. Hal itu membuat masyarakat khawatir hutan mereka akan habis.

Bagi masyarakat Long Isun, hutan, sungai dan lingkungan yang alami adalah identitas masyarakat Dayak.

Sejak dahulu, nenek moyang sudah mewariskan alam yang melimpah untuk dikelola, bukan dirusak.

"Masuknya perusahaan ke situ sangat merugikan kami. Hutan rusak, ruang hidup kami terancam, sumber air hilang, sungai tercemar dan berbagai dampak negatif lain," jelasnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com