Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tri Susanti, Korlap Aksi di Depan Asrama Papua Surabaya Divonis 7 Bulan Penjara

Kompas.com - 04/02/2020, 10:47 WIB
Achmad Faizal,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Tri Susanti, terdakwa kasus penyebaran berita hoaks dalam aksi di depan Asrama Papua Surabaya pada Agustus 2019 lalu, divonis 7 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (3/2/2020).

"Menjatuhkan pidana penjara selama 7 bulan, dikurangi masa yang telah dijalankan," kata Ketua majelis hakim, Johanis Hehamony, dalam sidang putusan di Ruang Garuda 2, Pengadilan Negeri Surabaya.

Hakim menilai, Tri Susanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan, telah melakukan tindak pidana penyebaran berita hoaks yang menimbulkan keonaran sehingga menyulut emosi masyarakat. 

Baca juga: Berkas Kasus Tri Susanti, Korlap Demo Asrama Mahasiswa Papua Dilimpahkan Ke Kejaksaan

"Terdakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," terang Johanis.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar yang dapat membebaskan aktivis ormas FKPPI itu dari pertanggungjawaban hukum, sehingga Tri Susanti dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan perbuatannya.

Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut Tri Susanti dengan hukuman penjara selama 1 tahun.

Usai persidangan, Tri Susanti masih menyebut dirinya tidak bersalah karena yang dilakukannya untuk membela simbol negara yakni Bendera Merah Putih.

"Saya dihukum karena membela kehormatan bangsa, membela kehormatan Merah Putih," ujar dia singkat.

Tri Susanti, korlap aksi di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, pada 16 Agustus 2019 lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jatim dan ditahan sejak 3 September lalu.

Dia dijerat pasal berlapis dari pasal tentang ujaran kebencian hingga berita bohong.

Tri dianggap melanggar 6 pasal dalam 3 peraturan perundangan. Ketiga peraturan perundangan itu adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. 

UU Nomor 1 Tahun 1946 itu adalah UU pertama kali ditandatangani oleh Presiden ke-1 RI Soekarno.

Hingga saat ini, peraturan itu masih dipakai untuk menjerat pelaku penyebaran hoaks.

Sementara keenam pasal yang disangkakan adalah Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, selanjutnya pasal 160 KUHP.

Baca juga: PNS Pemkot Surabaya yang Jadi Tersangka Kerusuhan di Asrama Papua Ajukan Praperadilan

 

Selain itu juga Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, serta Pasal 15 Undang-Undang yang sama.

Dalam konteks perkara yang sama, pada Rabu (30/1/2020) lalu, Syamsul Arifin divonis penjara 5 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

ASN Pemkot Surabaya itu langsung bebas karena masa hukumannya habis dijalani selama masa tahanan.

Dia dianggap melanggar Pasal 16 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Tri Susanti dan Syamsul Arifin dianggap aktif melakukan provokasi sehingga menimbulkan kemarahan warga Papua. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com