Dony Pedro, pemimpin tertinggi King of The King disebut sebagai anggota TNI aktif yang bertugas di Bandung.
Hal tersebut disampaikan Juanda, pengikut sekaligus petinggi King of The King asal Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Kepada Juanda, Dony Pedro mengaku bertugas di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) TNI AD di Bandung
Dony Pedro juga menunjukkan kartu tanda prajurit TNI kepada Juanda. Di kartu tersebut, ditulis bahwa Dony Pedro berpangkat Letnan Satu Infanteri.
"Saat saya ke sana (rumah Dony Pedro) seragam (TNI)-nya digantungin," kata Juanda.
Baca juga: Polisi Masih Cari Keberadaan King of The King Dony Pedro
Dony Pedro beberapa kali menelpon Juanda yang sehari-hari bekerja sebagai ASN di Pemkab Karawang.
Dony juga kerap mengirimi foto-foto pusaka dan meminta Juanda datang ke rumahnya di Bandung.
"Saya bertemu Dony awal tahun 2019 di Bandung. Awalnya dia meyakinkan saya soal samurai pusaka dan langka yang harganya triliunan. Saya mencari pembeli untuk dia," kata Juanda.
Juanda mengaku tergiur dengan uang komisi dari penjualan senjata itu.
Baca juga: Pengikut King of The King Sebut Dony Pedro Anggota TNI Aktif, Bertugas di Bandung
Utang tersebut belum dibayarkan sejak tahun 2017 lalu. Padahal proyek tersebut dijadwalkan selesai pada akhir Februari 2020.
Siti Nuraminah (34), pemilik warung kopi dan rokok di Kampung Pangkalan, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat mengaku jika ditotal, utang yang harus dibayar sebesar Rp 16 juta lebih.
Ia kerap menagih utang ke kantor site project akses Jalan Upper Cisokan milik PT PP yang berada tepat di depan warungnya. Namun pelunasan utangnya masih belum ada kejelasan.
"Ada satu orang mandor utangnya yang ngaku dari PT PP belum bayar sampai Rp 8,6 juta. Ada yang Rp 4,5 juta, ada yang Rp 4 juta. Kalau ditotal sampai Rp 16 juta lebih karena ada juga yang kecil-kecil kisaran Rp 300.000 sampai Rp 500.000," ungkap Siti saat ditemui Kompas.com, Minggu (2/2/2020).
Sementara itu, Juhroh (29) pedagang lain mengaku utang yang harus dibayar oleh para pekerja sejak 2019 lalu sebesar Rp 15 juta.
"Utangnya bervariasi, ada yang Rp 1 juta, Rp 2,5 juta, ada yang Rp 3,3 juta. Paling besar Rp 6 juta lebih. Dia bilangnya PM (project manager) proyek ini," kata Juhroh.
Baca juga: Cerita Pedagang Rokok yang Diutangi Pekerja Akses Jalan PLTA Cisokan hingga Rp 16 Juta