Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016 mencatat, hanya 15 persen dari 8.000 sampel petani yang mengakses kredit bank. Sedangkan 52 persen mengandalkan modal sendiri, koperasi, kerabat, dan lembaga keuangan nonbank lainnya.
Sementara itu, 33 persen petani mengandalkan kredit Program Nasional Pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Pembiayaan bank dicicil tiap bulan dan kebijakannya ketat. Sedangkan pertanian variabelnya banyak,” imbuh Dani.
Ketiga, koperasi atau PNPM. Namun ia sendiri tidak emnggunakannya, sehingga tidak begitu mengetahui sistemnya.
Keempat dan yang terbaru, fintech. Saat ini kelompok taninya baru mencoba bekerjasama dengan fintech TaniFund (TF).
Untuk mendapatkan dana dari TF, petani harus berkelompok, karena pembiayaan bukan untuk perseorangan.
“Sistemnya bagi hasil 70:30 yang dibayarkan setelah panen dalam bentuk produk yang dikerjasamakan, misal tomat,” ungkapnya.
Baca juga: Kisah Petani yang Baru Minum Cokelat Setelah Lebih dari 30 Tahun Merawat Kebun Cokelat