Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Siswi SD Nangis Juara Lomba Lari 21 Km Tak Dapat Hadiah

Kompas.com - 31/01/2020, 06:46 WIB
Erna Dwi Lidiawati,
Khairina

Tim Redaksi

 

PALU, KOMPAS.com - Nama Desa Pandiri, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah mendadak terkenal.

Pasalnya ada seorang bocah yang masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, yang tinggal di desa itu menjadi viral.

Namanya Asmarani Dongku. Usianya baru 12 tahun.

Gadis lugu itu mendongkol karena usai mengikuti lari marathon 21 kilometer, ia tak mendapat hadiah uang seperti yang ia dengar sebelum mengikuti lomba.

Baca juga: Menang Lomba Lari 21 Km Tanpa Hadiah, Siswi SD di Poso Menangis

Asmarani atau biasa dipanggil  Melan, hanya menangis dan kecewa ketika kembali ke rumahnya tak membawa hadiah uang sesen pun dari ajang lari 21 Km yang dihelat oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga  Provinsi Sulawesi Tengah, Sabtu 25 Januari 2020 lalu.

Saat KOMPAS.com menghubungi Melan, kekecewaan itu masih membekas. Hal ini terdengar dari suaranya.

Melan menuturkan, dirinya begitu kecewa usai mengikuti ajang lari marathon itu.

Melan mendengar soal lomba lari itu dari tetangganya.

Lari marathon dengan jarak 21 km itu, ujar sang tetangga, menyiapkan bonus dalam bentuk uang bagi peserta yang pertama masuk di garis finish.

Dengan semangat 45, gadis berpawakan mungil  itu menyiapkan fisiknya. Ia ingin mengikuti ajang itu.

Hari perlombaan tiba. Sabtu (25/01/2020), sekitar pukul 03.00 Wita, gadis kecil itu dibangunkan dari tidur lelapnya oleh sang ibu Jumilda Podagi (42).

Dengan mata masih berat, Melan kemudian bergegas ke kamar mandi. Usai dari kamar mandi ia pun menyiapkan diri.  

Dengan sepatu butut berlogo Nike yang dibelikan ibunya saat dia kelas empat SD, Melan siap bertarung.

"Mamaku beli seratus ribu itu sepatuku. Mama beli waktu saya masih  kelas empat," kata Melan, Kamis (30/1/2020)

Dengan diantar ibunya, Melan dan kakak kandungnya siap bertempur di ajang lari marathon itu.

Dengan mengendarai sepeda motor, ketiganya bergegas menuju  depan jalan rumah Bupati Poso, sebagai start awal ajang lari marathon 21 km itu digelar.

Dinginnya pagi buta itu tak menyurutkan semangat sang ibu  untuk mengantar anaknya mengikuti lari marathon.

Apalagi  Melan yakin bisa menjadi pemenang dan meraih juara serta pulang dengan membawa pulang uang hasil jerih payahnya.

Seperti ketika ia mengikuti lari marathon 5 km di Kota Palu. Saat itu  ia mendapat juara 1 dan membawa pulang uang sebesar Rp. 5 juta.

Kemudian, saat mengikuti lomba lari 10 km di Makassar ia juga juara 1 dan membawa pulang uang sebesar Rp 10 juta.

Menurut sang ibu, bakat yang dimiliki Melan berasal dari sang kakek, Jeremia Podagi.

"Kakeknya Melan juga pelari jarak jauh dan beberapa kali ikut marathon. Pernah ke Surabaya juga ikut marathon dulu. Bakat dari kakeknya ini turun sama beberapa cucunya," kata Jumilda.

Baca juga: Sumbangan Mengalir ke Bocah SD Juara I Lomba Lari yang Nangis Tanpa Hadiah

Dalam lomba itu, Melan akhirnya masuk finish dan ia yakin masuk finish pertama.

"Iya, saya finish yang pertama," kata Melan.

Namun Melan harus menelan kekecewaan. Usai dikalungkan medali, hadiah uang yang dia dengar tak juga diberikan.

Sampai akhirnya ia kembali dengan ibu dan juga kakaknya dengan perasaan kecewa. Melan bahkan sempat menagis untuk menumpahkan kekesalannya.

"Dia bilang tahu begini tidak ikut dia," kata ibunya melalui sambungan telepon selular.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sulawesi Tengah Syaifullah Djafar mengaku kaget dengan adanya pemberitaan soal ini.

Syaifullah akhirnya meluruskan soal lari marathon yang digelar 25 Januari 2020 lalu itu. Menurut Syaifullah, ada miskomunikasi.

Syaifullah menjelaskan kegiatan lari marathon 21 km ini sebenarnya hanya untuk fun.

"Jadi begini kita itu di Dinas Bina Marga Ruang punya club lari namanya Bima Tarung runners. Kami punya kebiasaan setiap pekerjaan jalan yang sudah selesai itu kita adakan kegiatan dengan menggelar ajang lari marathon," katanya.

Dia menambahkan, kegiatan yang digelar itu semacam tradisi.

"Rutenya, ya jalan yang sudah kami selesaikan itu menjadi jalur yang dilewati para pelari," kata Syaifullah.

"Nah, semua peserta yang finish kami kalungkan medali, sebagai tanda telah berpartisipasi dalam kegiatan lari ini. Kami tidak menyediakan hadiah berupa uang. Kegiatan ini hanya untuk fun," kata Syaifullah.

Menurutnya, kalau memang pihaknya menyediakan  hadiah berupa uang, tentu yang ikut akan membeludak. Peserta juga akan protes. Bukan hanya juara satu saja, juara dua dan tiga akan protes kalau tidak diberikan.

Dalam ajang lari marathon 21 km yang digelar dinas PU Bina Marga, pesertanya sebanyak 200 orang. Sebanyak 150 orang dari kota Palu, 50 orang lagi dari Poso.

Dari 200 peserta yang ikut, hanya satu orang yang protes.

"Dan kegiatan kemarin itu yang masuk finish pertama adalah Nurlina (35). Serta menyusul peserta lainnya. Sedangkan Melan masuk finish dengan urutan 19," tambahnya.

Namun begitu, Syaifullah mengatakan dalam waktu dekat ini  akan mengundang Melan datang ke kantornya. Ia bahkan berjanji akan membina Melan.

"Saya tahu ini anak. Anak ini merupakan satu potensi yang dimiliki Sulawesi Tengah. Usianya masih sangat muda dan ini aset bagi Sulawesi Tengah. Kalau Melan mau nanti kita bina dia" ujar Syaifullah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com