Dengan mengendarai sepeda motor, ketiganya bergegas menuju depan jalan rumah Bupati Poso, sebagai start awal ajang lari marathon 21 km itu digelar.
Dinginnya pagi buta itu tak menyurutkan semangat sang ibu untuk mengantar anaknya mengikuti lari marathon.
Apalagi Melan yakin bisa menjadi pemenang dan meraih juara serta pulang dengan membawa pulang uang hasil jerih payahnya.
Seperti ketika ia mengikuti lari marathon 5 km di Kota Palu. Saat itu ia mendapat juara 1 dan membawa pulang uang sebesar Rp. 5 juta.
Kemudian, saat mengikuti lomba lari 10 km di Makassar ia juga juara 1 dan membawa pulang uang sebesar Rp 10 juta.
Menurut sang ibu, bakat yang dimiliki Melan berasal dari sang kakek, Jeremia Podagi.
"Kakeknya Melan juga pelari jarak jauh dan beberapa kali ikut marathon. Pernah ke Surabaya juga ikut marathon dulu. Bakat dari kakeknya ini turun sama beberapa cucunya," kata Jumilda.
Baca juga: Sumbangan Mengalir ke Bocah SD Juara I Lomba Lari yang Nangis Tanpa Hadiah
Dalam lomba itu, Melan akhirnya masuk finish dan ia yakin masuk finish pertama.
"Iya, saya finish yang pertama," kata Melan.
Namun Melan harus menelan kekecewaan. Usai dikalungkan medali, hadiah uang yang dia dengar tak juga diberikan.
Sampai akhirnya ia kembali dengan ibu dan juga kakaknya dengan perasaan kecewa. Melan bahkan sempat menagis untuk menumpahkan kekesalannya.
"Dia bilang tahu begini tidak ikut dia," kata ibunya melalui sambungan telepon selular.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sulawesi Tengah Syaifullah Djafar mengaku kaget dengan adanya pemberitaan soal ini.
Syaifullah akhirnya meluruskan soal lari marathon yang digelar 25 Januari 2020 lalu itu. Menurut Syaifullah, ada miskomunikasi.
Syaifullah menjelaskan kegiatan lari marathon 21 km ini sebenarnya hanya untuk fun.