Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Bayi Lobster Boleh Dijual Sama Saja Bunuh Nelayan Jangka Panjang

Kompas.com - 30/01/2020, 11:59 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi meminta Menteri Kelautan dan Perikanan untuk berhati-hati merevisi peraturan, terutama terkait legalitas penjualan bayi lobster.

Dedi mengatakan, revisi aturan larangan penangkapan bayi lobster hanya untuk kepentingan jangka pendek dan tidak mempertimbangkan konservasi kelautan.

"Revisi (peraturan KKP) harus hati-hati, harus mempertimbangkan konservasi lingkungan. Bicarakan dengan pakar-pakar kelautan yang berpihak bagi kepentingan nelayan," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (30/1/2020).

Baca juga: Gagalkan Penyelundupan 18.031 Bayi Lobster, Polisi Selamatkan Rp 4,5 Miliar

Menurut Dedi, memperjuangkan kepentingan nelayan itu bukan berarti semua keinginan mereka hari ini harus dipenuhi. Ada aturan yang boleh direvisi dan ada yang tidak.

Aturan yang diharapkan tidak boleh direvisi adalah terkait legalitas penjualan bayi lobster. Aturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen) KP No 56 tahun 2016 yang menyebutkan larangan penangkapan bayi lobster, kepiting, dan rajungan.

Menurutnya, jika bayi lobster dijual, maka Indonesia akan mengalami kekurangan bibit yang tentu saja akan merusakan masa depan kelautan.

Ia menyadari bahwa rencana Menteri Kelautan Edhy Prabowo melakukan revisi Permen KP No 56 itu demi kepentingan nelayan juga. Namun revisi itu juga harus mempertimbangkan kelestarian ekosistem laut demi masa depan anak dan cucu.

"Logika ingin memakmurkan nelayan itu harus seiring dan sejalan dengan logika menjaga konservasi kelautan. Karena kalau logikanya digunakan untuk memakmurkan tanpa mempertimbangkan itu (konservasi kelautan) akan membunuh nelayan jangka panjang," kata Dedi.

Dedi mencontohkan, misalnya, bayi lobster diperbolehkan ditangkap dan diperjualbelikan. Mereka akan kehilangan lobster yang jauh lebih ekonomis.

"Lobster itu harganya Rp 4 juta. Tapi bayi lobster itu cuma ratusan ribu. Coba mending pilih mana," katanya.

Lalu ke depan, kata Dedi, Indonesia akan mengalami krisis bayi lobster. Sementara negara lain akan menjadi penghasil lobster terbesar di dunia.

Menurut Dedi, di negara mana pun termasuk negara maju, soal kelautan ada aturannya dan diterapkan secara tegas, ikan apa yang boleh ditangkap dan mana yang dilarang ditangkap.

"Di negara-negara tertentu diatur bahwa waktu musim ikan bertelur, tak boleh dipancing," kata Dedi.

Menurut Dedi, nasib kelautan di Indonesia jangan sampai sama dengan sungai-sungainya karna tak ada aturan yang jelas dan tegas.

Saat ini, kata dia, ikan-ikan asli sungai di Indonesia sudah hampir punah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com