Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nelayan Natuna, Gali Lubang Tutup Lubang untuk Cari Ikan di Surga Bahari Perbatasan

Kompas.com - 29/01/2020, 15:16 WIB
Rachmawati

Editor

Natuna disebut sebagai surga perikanan Indonesia dengan luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya.

Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kepulauan Riau menyebut potensi sumber daya ikan laut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 yaitu perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan sebesar lebih dari 1 juta ton per tahun.

Potensi terbesar berada di perairan Natuna sebesar 504.212,85 ton/tahun atau 58,59% dari total potensi Provinsi Kepulauan Riau sebesar 860.650,11 ton/tahun.

Baca juga: Jusuf Kalla: Natuna Bagian dari Indonesia, Harus Dipertahankan

Bahkan Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, menyebut potensi nilai ekonomis dari ikan-ikan di perairan Natuna mencapai US$400 juta dengan asumsi pemanfaatan 400.000 ton ikan per tahun.

Namun, tingkat pemanfaatan ikan di Natuna baru mencapai 4% sampai 6% dari total potensi.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan cadangan gas terbesar Indonesia berada di Natuna, tepatnya di Blok East Natuna dengan jumlah sekitar 49,87 triliun kaki kubik - tiga kali lipat dari cadangan gas di Blok Masela Maluku sebesar 16,73 triliun kaki kubik.

Kemudian, Kementerian ESDM juga menyebut cadangan minyak bumi di Kabupaten Natuna mencapai ratusan juta barel minyak.

Baca juga: Edhy Soal Nelayan Pantura Ditolak di Natuna: Jangan Diperpanjang, Itu Urusan Saya

Bupati Natuna: 'Kami tak punya kewenangan'

BBC News Indonesia menemui pekerja lokal di samping kapal motor yang tengah dalam pengerjaan di Desa Tanjung, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (14/1/2010).

Satu buah kapal motor berukuran sekitar 30-40 GT itu dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan dengan biaya pembuatan sekitar Rp150 juta.

Saat dikonfirmasi mengenai permintaan warga akan kapal, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengatakan kewenangan pengadaan kapal tidak ada di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna, melainkan di tangan pemerintah pusat.

"Betul (di pusat), kami tidak ada kewenangan. Kami berharap bantuan kapal kayu dari pusat, bukan fiber dan sesuai dengan kondisi laut Natuna," kata Hamid kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Ini Penyebab Prabowo Berhati-hati untuk Urusan Klaim China di Natuna

Hamid tidak mempermasalahkan apakah kapal akan dibangun di Natuna atau di tempat lain.

Yang penting, katanya, spesifikasi kapal tersebut harus disesuaikan dengan karakter perairan Natuna supaya nelayan bisa maksimal memanfaatkan hasil laut.

"Jadi itu ada bantuan kemarin (kapal fiber) tidak bisa kami gunakan karena tidak sesuai dengan laut kita," katanya.

BBC News Indonesia menjumpai beberapa kapal fiber yang disebut para nelayan "terbengkalai" di beberapa tempat sandaran, seperti di Selat Lampa, Pulau Tiga Barat, dan Penagi.

Baca juga: Menurut Komisi I, Kapal Penjaga Natuna Perlu Ditambah

Satu buah kapal motor berukuran sekitar 30-40 GT dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan dengan biaya pembuatan sekitar Rp150 juta di Desa Tanjung, Natuna. ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT Satu buah kapal motor berukuran sekitar 30-40 GT dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan dengan biaya pembuatan sekitar Rp150 juta di Desa Tanjung, Natuna.
Mengenai listrik, Hamid juga menegaskan telah menyampaikan keluhan warga Pulau Tiga Barat kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar listrik menyala di pulau tersebut.

Selain PLN, kata Hamid, pemkab juga telah menyampaikan masalah listrik ke Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Itu nanti akan kita ajukan lagi agar bisa dipenuhi. Kalau bicara profit, PLN tidak bisa di Natuna. Jadi harus bicara bagaimana menjaga wilayah perbatasan, menjawa wilayah NKRI. Jadi bisa subsidi silang," katanya.

Hamid mengatakan permasalahan yang terjadi di Natuna disebabkan oleh lemahnya kewenangan pemkab dalam mengelola kekayaan alam Natuna seperti kelautan, kelautan dan pertambangan.

Baca juga: Natuna, Menteri Inggris dan Pandangan Ahli Geopolitik Jepang...

"Saya kira daya dukung dari pemda perlu diperbesar, perlu ditingkatkan. Kalau hanya dengan kabupaten, saya kira mungkin tidak begitu signifikan. Jadi tidak ada pilihan, daerah ini Natuna dan Anambas ini harus diperhatikan secara khusus yaitu Provinsi Khusus Kepulauan Natuna dan Anambas," kata Hamid.

Hamid pun mengatakan Natuna memiliki Dana Bagi Hasil (DBH) hingga Rp 1,7 triliun yang bisa digunakan untuk membentuk provinsi tersebut.

Baca juga: Nelayan Pantura Pekalongan Belum Berangkat ke Natuna, Ini Alasannya

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga berjanji akan memberikan bantuan kapal sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Sebelumnya sudah ada bantuan puluhan kapal tapi dari fiber, mereka inginnya kayu. Kami sudah ingatkan, kapal kayu, kapal kayu. Tapi yakin, pemerintah bisa dan sedang kami persiapkan," kata Menteri Edhy.

Dari tahun 2015 sampai 2018, KKP telah menyalurkan bantuan sebanyak 2.215 unit kapal dengan berbagai tipe dan ukuran kepada koperasi nelayan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Baca juga: Tinjau Natuna, Mahfud MD: Kami Datang Jaga Hak Berdaulat Atas Laut

Pemerintah pusat berjanji segera bangun Natuna

Menko Polhukam Mahfud MD melakukan kunjungan ke SKPT Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Rabu (15/01). BBC Indonesia/Ivan Batara Menko Polhukam Mahfud MD melakukan kunjungan ke SKPT Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Rabu (15/01).
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam kunjungannya ke Natuna berjanji bahwa pemerintah pusat akan secepatnya membangun fasilitas terkait pemanfaatan perikanan dan sumber daya alam di Natuna.

"Pemerintah akan segera melakukan pembangunan di daerah ini, pembangunan ekonomi dan pemberdayaan nelayan yang dilakukan secara holistik dan komprehensif," kata Mahfud.

Mahfud menyebut Geopark hasil kerjasama UNESCO dan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan membangun pangkalan pertahanan TNI AL.

Baca juga: Nelayan Natuna Hanya Butuh Pengawalan 24 Jam, Bukan Datangkan Nelayan Lain

"Lalu menyangkut soal listrik, minyak pengamanan dan sebagainya sudah dibicarakan dan akan segera dilaksanakan," katanya.

Melepaskan nelayan tradisional Natuna dari kemiskinan, kata pengamat Khodijah Ismail, adalah salah satu cara penting yang harus dilakukan pemerintah untuk memastikan keamanan wilayah, khususnya di pulau-pulau terluar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com