Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Corona, Warga Diimbau Tak Makan Kelelawar dan Kurangi Interaksi dengan Hewan Liar

Kompas.com - 29/01/2020, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Masyarakat dianjurkan untuk tidak mengonsumsi daging kelelawar maupun hewan liar lain menyusul wabah penyakit pernapasan, yang timbul akibat virus corona baru, ujar pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB).

PERINGATAN: Beberapa foto di artikel ini mungkin bisa mengganggu Anda.

Wabah yang telah menewaskan lebih dari 80 orang di China ini diduga pengamat China berasal dari kelelawar.

Meski begitu, ada masyarakat yang tak menghiraukan anjuran itu karena mengonsumsi kelelawar dianggap sebagai tradisi.

Seperti yang diungkapkan Frangki Salindeho, warga Manado, yang menceritakan daging kelelawar atau paniki disukai cukup banyak orang termasuk dirinya.

Baca juga: Wabah Virus Corona dan Kekhawatiran Warga Jakarta

Paniki biasa dihidangkan dengan bumbu santan atau rica-rica.

Daging kelelawar, disebut Frangki, memiliki rasa yang lezat, seperti daging ayam, dan menjadi menu wajib hampir di setiap acara ucapan syukur.

Dia mengatakan tidak akan meninggalkan makanan kesukaannya, meski telah mendengar informasi bahwa kelelawar diduga menjadi penyebab menyebarnya virus corona baru di Wuhan, Cina.

"Jelas tidak mempengaruhi karena paniki yang kami makan itu hewan yang makan buah-buahan. Itu tidak ada hal yang mengkawatirkan. Kalau ada paniki, kami tetap konsumsi," ujar Frangki pada BBC News Indonesia.

Baca juga: Cegah Penyebaran Corona, Pemkab Bantul Pantau Warung Makan yang Sajikan Kelelawar

Di sisi lain, Angela Pangerapan, warga Tomohon, mengatakan untuk sementara waktu ia enggan memakan paniki karena khawatir akan penyebaran virus corona.

Angela mengatakan terakhir kali makan paniki saat perayaan tahun baru dan dia belum berencana memakannya lagi.

Dinas Kesehatan Kota Tomohon telah melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai penyebaran virus corona, ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Tomohon Isye Liuw.

Sosialisasi itu, ujar Isye, diberikan pula pada pedagang-pedagang di pasar hewan liar di Tomohon.

Baca juga: Diduga Suspect Corona, Seorang Pasien di Malang Ternyata Batuk Biasa

"Kita sampaikan kalau boleh jangan dulu mengonsumsi (daging hewan liar)," ujar Isye.

Sementara itu konsumen tongseng kelelawar atau yang biasa disebut codot di Yogyakarta, tak berkurang. Hal tersebut dikatakan Wanti, pemilik warung makan di Yogyakarta.

Wanti mengatakan kelelawar yang diambilnya dari daerah laut, digemari karena konsumen percaya akan khasiatnya, meski hal ini tidak didukung bukti ilmiah.

Baca juga: RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Bantah Rawat Suspect Corona

"Itu untuk obat asma, asam urat, gula, gatal-gatal. Sehari-hari jumlah konsumen tidak tentu, bisa 20 sampai 40 pembeli," ujar Wanti.

Sebelumnya, peneliti China, menduga virus corona baru berasal dari kelelawar, sebagaimana dikutip dari laman website berita resmi yang dikelola pemerintah Cina.

Laporan itu juga menyebut kemungkinan ada perantara lain sebelum virus dari kelelawar sampai ke manusia.

Baca juga: Menkominfo Minta Wabah Virus Corona Tak Dikaitkan dengan Isu Non-kesehatan

Hampir semua paniki yang diperdagangkan di Pasar Tomohon berasal dari luar Sulawesi Utara, kata para pedagang. dok BBC Indonesia Hampir semua paniki yang diperdagangkan di Pasar Tomohon berasal dari luar Sulawesi Utara, kata para pedagang.
'Kelelawar reservoir virus'

Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia, Dokter Huda Darusman, mengatakan kelelawar berpotensi menyebarkan penyakit virus pada manusia.

Huda, pengajar di IPB menjelaskan bahwa kelelawar memiliki daya tahan tubuh yang spesifik, yang mampu berperan sebagai reservoir atau penyimpan agen penyakit.

Sebelumnya, kata Huda, kelelawar merupakan reservoir virus corona lainnya penyebab SARS dan MERS.

Ketika dimakan, ujar Huda, virus itu bisa ditransmisikan ke manusia, meski virus sangat mudah dinonaktifkan dengan pemanasan atau bahan tertentu dalam proses pemasakan.

Baca juga: Soal Virus Corona, Gubernur Bali Minta Turis Asing Tidak Khawatir

Penyebaran lewat udara, ujar Huda, juga membuat virus ini berbahaya.

"Corona ini yang jadi concern, menular melalui udara. Kami melihatnya nggak serta merta makan sop kalelawar kena corona, namun di udara sendiri sudah ada (virusnya)," ujar Huda.

"Mungkin dengan masakan nggak tepat, nggak panas, mungkin memudahkan hewan itu menyimpan penyakitnya."

Namun, dengan proses masak yang benar, Peneliti Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB, Joko Pamungkas, mengatakan virus yang ada kemungkinan tidak aktif, seperti apa yang diamatinya dilakukan oleh sejumlah warga di daerah Minahasa, Sulawesi Utara, dalam proses memasak mereka.

Baca juga: Kondisi 2 Pasien yang Suspect Virus Corona di RSHS Bandung Membaik

"Mereka memasaknya sedemikian rupa, ada belasan bumbu yang dimasukkan yang mungkin akan menonaktifkan virus tersebut. Suhu mendidih lama itu berandil untuk menonaktifkan virus tersebut," ujar Joko.

Meski begitu, Joko menjelaskan, potensi penyebaran virus tidak hanya terbatas pada orang yang memakan daging hewan liar.

Ia mengatakan transmisi virus bisa terjadi juga pada orang yang berburu, menyimpan (pengumpul sementara), atau mengolah sebelum memasak hewan liar itu.

Baca juga: Kemenkes Minta Warga Tak Paranoid Hadapi Virus Corona

Kurangi interaksi dengan hewan liar

Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) bandara Soekarno-Hatta  memeriksa suhu tubuh wisatawan asal China yang baru mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (28/1/2020). Saat ini ada sekitar 40.000 penumpang keberangkatan dan kedatangan internasional yang hilir mudik ke Bandara Soekarno-Hatta. Data terakhir mencatat wabah Corona sudah menjangkiti 4.500 orang dan menewaskan 106 orang di China.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) bandara Soekarno-Hatta memeriksa suhu tubuh wisatawan asal China yang baru mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (28/1/2020). Saat ini ada sekitar 40.000 penumpang keberangkatan dan kedatangan internasional yang hilir mudik ke Bandara Soekarno-Hatta. Data terakhir mencatat wabah Corona sudah menjangkiti 4.500 orang dan menewaskan 106 orang di China.
Selain kelelawar, Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia, Dokter Huda Darusman menyarankan pemerintah untuk segera mengimbau masyarakat untuk mengurangi interaksi dengan hewan liar lainnya.

Hal itu perlu, kata Huda, karena hewan liar mungkin menyimpan virus yang berbahaya bagi manusia.

Dia menambahkan, tak hanya diimbau tidak memakan, masyarakat juga harus diimbau tidak menangkap atau memelihara hewan liar.

"Butuh ketegasan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat. Pemangku adat harus dilibatkan juga," ujarnya.

Baca juga: Rawat Pasien yang Pernah Kunjungi Wuhan, RSUP Kariadi Nyatakan Tak Terinfeksi Corona

Meski hingga kini belum diketahui pasti bahwa kelelawar yang hidup Indonesia berpotensi menyebabkan virus corona, Huda mengatakan, kemungkinan penyebaran virus juga perlu diwaspadai.

"Common sense kita harus masuk. Kalau kelelawar di China saja bisa membawa, (kelelawar) kita pun bisa. Ini kan satu famili ya," ujarnya.

Hal itu, diamini Kementerian Kesehatan, yang meminta masyarakat tidak berada dekat-dekat dengan kelelawar.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fajar Sumping mengatakan hingga saat ini pemerintah belum mendapat informasi resmi dari Badan Kesehatan Hewan Dunia, dan Organisasi Kesehatan Dunia mengenai sumber virus corona baru.

Baca juga: Cegah Virus Corona, Pengawasan Bandara dan Pelabuhan di Maluku Diperketat

Namun, dia menganjurkan masyarakat untuk tidak mengkonsumsi kelelawar yang merupakan hewan liar yang status kesehatannya tidak diketahui.

"Apalagi dalam keadaan adanya kasus menyebarnya penyakit menular yang baru," ujarnya.

"Kelelawar adalah satwa liar yang tidak lazim digunakan sebagai bahan pangan dan untuk konsumsi," jelas Fajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com