Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nelayan Natuna Terasing di Laut Sendiri, Tali Pancing Rusak Ditabrak Kapal Asing

Kompas.com - 28/01/2020, 15:05 WIB
Rachmawati

Editor

Strategi nelayan: pagar laut Nusantara

Tokoh nelayan Pulau Tiga Barat, Hanafi Jamaluddin, mengatakan pengamanan perairan Natuna tidak hanya bisa disandarkan kepada aparat keamanan Indonesia semata.

Perlu ada, kata Hanafi, kerja sama bersinergi antara aparat dengan para nelayan Natuna.

"Kami selaku nelayan semut, selaku nelayan kecil, siap menjadi pagar laut Nusantara. Natuna adalah pintu jalur laut negara lain yang masuk ke Indonesia," katanya.

Artinya, kata Hanafi, kapal 'semut' nelayan tradisional Natuna berperan sebagai pagar laut di wilayah 20-30 mil.

Baca juga: Tinjau Natuna, Mahfud MD: Kami Datang Jaga Hak Berdaulat Atas Laut

Lalu kapal nelayan berukuran lebih besar berada di jarak 30 sampai 100 mil. Kemudian kapal lebih 50 GT berada di wilayah 100 sampai 200 mil.

"Jadi berlapis-lapis. Tidak ada celah untuk masuk. Saya rasa kalau ini kita buat, mereka berpikir 1000 kali juga. Betul-betul kita menguasai laut kita, itu harapan kami kedepan. Kapal-kapal kita, Bakalma, TNI AL, KKP, dan lainnya berpatroli untuk menjaga dan mengawasi wilayah dan nelayan," katanya.

Fasilitas yang memadai kepada nelayan Natuna, kata Hanafi, bukan hanya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat namun juga berperan sebagai benteng pertahanan laut Indonesia.

Baca juga: Nelayan Pantura Pekalongan Belum Berangkat ke Natuna, Ini Alasannya

Bupati Natuna usulkan 'provinsi khusus'

Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengusulkan pembentukan provinsi khusus untuk Natuna dan Anambas. BBC Indonesia/Ivan Batara Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengusulkan pembentukan provinsi khusus untuk Natuna dan Anambas.
Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal, menjelaskan penangkapan ikan illegal oleh kapal asing di Laut Natuna Utara merupakan peringatan kepada pemerintah pusat untuk memperhatikan Natuna dengan khusus.

Ia meminta pemerintah pusat untuk meningkatkan kekuatan pertahanan laut dan udara di Natuna agar siap setiap saat dalam menghadapi segala bentuk pelanggaran pertahanan dan keamanan.

"Saya pernah mengatakan bahwa Natuna ini tidak bisa dilihat sekedip mata, bukan sebelah mata, sekedip mata," kata Hamid kepada BBC News Indonesia.

"Natuna ini harus dipelototin terus. Kenapa? Kita punya sumber daya alam besar, punya gas, punya minyak. Dan punya sumber daya kelautan yang besar (ikan), Maka Natuna ini harus terus diawasi dan dijaga jadi tidak hanya tertentu-tertentu saja," katanya.

Baca juga: Bupati Natuna: Kapal Ikan Asing Tak Ada Kapoknya meskipun Sudah Ditangkap dan Ditenggelamkan

Hamid juga meminta agar kewenangan Kabupaten Natuna diperbesar dengan cara membentuk provinsi khusus Natuna dan Anambas.

"Saya kira daya dukung dari pemda perlu diperbesar, perlu ditingkatkan. Kalau hanya dengan kabupaten saya kira mungkin tidak begitu signifikan. Jadi tidak ada pilihan, daerah ini Natuna dan Anambas ini harus diperhatikan secara khusus yaitu Provinsi Khusus Kepulauan Natuna dan Anambas," kata Hamid.

Menurut Hamid, Natuna memiliki wilayah 99% laut dan hanya satu persen daratan. Sementara, lanjuntya, kewenangan kelautan, kehutanan dan pertambangan dipegang oleh provinsi.

Baca juga: Bupati Natuna Mengaku Pencurian Ikan oleh Kapal Asing Bukan Hal Baru

Artinya, kata Hamid, Pemerintah Kabupaten Natuna memiliki kewenangan terbatas.

"Kalau bicara anggaran kami sudah punya dana bagi hasil (DBH) Rp1,4 triliun sampai Rp1,7 triliun dan itu untuk sementara ini bisa mampu untuk mendukung kalau dibentuk provinsi khusus Kepulauan Natuna dan Anambas."

Lanjut Hamid, Natuna juga berencana untuk dimekarkan menjadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Natuna, Natuna Barat dan Natuna Selatan.

"Yang dua ini sudah disetujui presiden sudah ada amanat presidennya kemarin. Cuma hanya tertunda gara-gara ada protes dari Papua. Itu saja. Jadi mudah-mudahan Papua disetujui, sehingga dalam rangka menjaga NKRI harga mati dapat terwujud."

Baca juga: Kapal China Masih Berdatangan Pasca-Kunjungan Jokowi ke Natuna, Istana Nilai Wajar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com