Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Milenial Pengusaha Sedotan Bambu, Ekspor ke Eropa, Asia dan Australia

Kompas.com - 27/01/2020, 12:10 WIB
Muhlis Al Alawi,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Ia memberi nama Sapu Jagat pada merek sedotan bambunya karena teringat doa sapu jagad yang sering diajarkan orangtuanya. 

Tak hanya mengandalkan ekspor, Fahmi bersama timnya akan menawarkan produk sedotan bambunya ke instansi pemerintah, hotel dan restoran.

Langkah itu dilakukan juga bagian bentuk kampanye mengurangi plastik.

"Kami juga mengandalkan media sosial dan market place untuk menjual produk sedotan bambu," kata Fahmi.

Selain ramah lingkungan, sedotan bambu besutannya juga memiliki keunggulan lainnya dibandingkan dengan sedotan plastik.

Sedotan bambunya setelah diteliti rupanya memiliki serat yang diyakini dapat memfilter kotoran air minum. 

Ia mengklaim sedotan bambu bisa dipakai hingga satu tahun. Hanya saja di Korea, sedotan bambu biasa dipakai maksimal 12 kali pemakaian. 

Dalam satu bulan, ia bisa meraih untung hingga Rp 90 jutaan. Keuntungan itu tidak hanya dinikmati dirinya dan keluarganya saja.

Santri yang ikut membantu juga diberikan imbalan sesuai hasil kerjanya. 

Untuk bahan baku, Fahmi mengambil bambu wuluh dari petani di lereng Gunung Wilis.

Hanya saja, untuk menjaga ketersediaan bahan baku ia menggandeng petani dan pesantren agar menanam bambu wuluh. 

Apalagi, dalam waktu tujuh bulan bambu itu sudah bisa dipanen dan dapat dijadikan bahan baku sedotan bambu. 

Baca juga: Potret Toleransi di Madiun, Pemuda Muslim dan Wawali Kota Bagi Jeruk dan Donat di Gereja

Sementara itu, Ivan Zulva, salah satu pengurus Pondok Pesantrem Al Huda mengatakan sentra produksi sedotan bambu banyak membantu santri untuk mandiri saat terjun ke masyarakat. 

"Selain belajar mengaji, santri juga dibekali bagaimana memproduksi sedotan bambu. Dengan demikian, saat mereka terjun ke masyarakat ada kemandirian ekonomi," kata dia. 

Sedotan bambu yang dibuat para santri makin diminati di mancanegara. Hal itu terbukti makin banyaknya pesanan sedotan bambu khas Kabupaten Madiun itu dari luar negeri. 

"Di pasar lokal memang belum besar karena sedotan bambu baru ngetren di luar negeri. Saat ini produk kami sudah sampai Korea, Jepang, Australia dan Perancis," ujar Ivan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com