Menurut dia, banyak warga Nahdlatul Ulama di lingkungan sekitar. Mereka menerapkan toleransi sudah sejak lama.
Koh Ing atau Gunawan Adi Wijaya, merupakan petugas TTID yang beragama Katolik. Dia sudah sekitar empat tahun bekerja di sana.
Meskipun berbeda agama, tetap menjaga keharmonisan.
“Tugas saya melayani ummat, meskipun saya Katolik, tetap rukun,” tuturnya.
Wadah saling mengenal dan memperkuat persaudaraan
Romo Hendrik Kusdini, Pastor Gereja Katolik Hati Tersuci Santa Perawan Maria menambahkan, momentum Imlek menjadi waktu yang tepat untuk memelihara kerukunan umat beragama.
“Ini untuk memperkuat, memperteguh kerukunan warga NKRI,” tuturnya.
Baca juga: Tradisi Xianian Jelang Imlek
Selama ini, kata dia, isu yang terdengar banyak yang ingin memecah belah NKRI atas nama agama.
Cara untuk mengatasi perpecahan itu bisa melalui silaturahmi ketika ada perayaan seperti hari raya Imlek.
“Ke depan semua hal yang merusak persaudaraan bisa diatasi dengan cara seperti ini,” ujarnya.
Sebab, bila tidak ada wadah untuk saling bertemu, maka tidak bisa mengenal satu sama lain.
“Ini bisa mengenal satu sama lain lebih dalam, agar tidak ada kecurigaan,”ujarnya.
Sementara itu, Hasan, Takmir Masjid Albarokah yang ada di depan TTID menambahkan, pihaknya sudah saling memahami dan menyadari tentang toleransi beragama.
“Seperti ada haul Gus Dur yang diadakan Klenteng ini, Para kiai juga diundang untuk tahlilan,” tuturnya.
Prinsipnya, kata dia, kerukungan beragama sudah bukan pada ranah teori di lingkungan warga. Namun, sudah diterapkan sejak lama.