Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kegigihan Tukang Kebun Sekolah yang Punya 15 Anak, Jual Cacing Sebagai Sampingan

Kompas.com - 23/01/2020, 19:40 WIB
Labib Zamani,
Khairina

Tim Redaksi

 

SOLO, KOMPAS.com - Kerja keras menjadi semangat pasangan Bandono (56) dan Nur Wigati (55), warga Wonosaren RT 004, RW 008, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah demi menghidupi ke 15 anaknya.

Setiap hari setelah para guru dan siswa pulang, pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kebun di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mijen Solo, Jateng selalu mencari cacing sebagai pekerjaan sampingan.

Cacing sebagai umpan memancing tersebut dia jual dengan harga Rp 40.000 per kilogram.

Pekerjaan mencari cacing itu dia lakoni setiap hari selama sembilan tahun saat dirinya masih berstatus sebagai tenaga honorer atau tepatnya tahun 1981.

Baca juga: Kisah Tukang Kebun Sekolah Punya 15 Anak, Tinggal di Rumah 5x7 Meter hingga Tidur di Halaman

Bandono sengaja mencari pekerjaan sampingan dengan mencari cacing tersebut karena gaji yang dia terima setiap bulan hanya sebesar Rp 8.000.

Sehingga, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kalau hanya mengandalkan gaji bulannya.

"Suka dukanya banyak. Saat masih honorer itu tiap bulan hanya dapat gaji Rp 8.000. Jadi, saya cari pekerjaan sambilan mencari cacing umpan mancing. Satu kilonya Rp 40.000," kata Bandono ditemui Kompas.com di kediamannya yang berada tepat di belakang sekolah tersebut, Kamis (23/1/2020).

Bandono mulai diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di SDN Mijen tahun 1990. Meski sudah diangkat menjadi PNS, gaji bulanan yang diterima Bandono saat itu masih Rp 35.000.

"Sekarang sebulan saya terima gaji sekitar Rp 3,4 juta," ungkap dia.

Bandono mengaku masih memiliki pekerjaan sampingan, meskipun dirinya sudah menjadi PNS. Hanya saja tidak sesering ketika dirinya masih manjadi tenaga honorer.

"Saya dulu cari cacingnya itu sehabis pulang sekolah sekitar jam 1 siang. Saya pulang itu maghrib. Pekerjaan sambilan itu saya jalani setiap hari," ungkap Bandono.

Bandono mengungkap dirinya tidak merasa repot dengan dikaruniai 15 orang anak buah perkawinannya dengan Nur Wigati sejak 1988.

Justru, sebaliknya dengan anak banyak tersebut dirinya bisa lebih semangat untuk bekerja.

Dia menyebut tiga dari 15 anaknya tersebut masih bersekolah. Dua di antaranya duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan satu anak di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Sementara dari 15 orang anak itu, lima di antaranya sudah menikah dan berkeluarga. Sedangkan yang masih tinggal bersama di rumah berukuran 5x7 meter ada 10 orang anak.

"Anak-anak ini rukun semua. Anak saya 15 orang ini tiga perempuan dan 12 laki-laki," sebut Bandono.

Bandono menceritakan sebelum menjadi tukang kebun, dirinya sempat bekerja di Jakarta. Bandono kemudian memutuskan pulang ke Solo. Namun, ketika dirinya akan kembali ke Jakarta orangtuanya tidak mengizinkan.

"Saya bekerja sebagai tukang kebun di SDN Mijen tahun 1981. Sembilan tahun honorer. Saya diangkat jadi PNS tahun 1990. Dan, dua tahun lagi saya pensiun," cerita Bandono.

Istri Bandono, Nur Wigati menambahkan, dia dan suami tidak pernah memiliki angan-angan punya anak banyak. Tapi kenyataan berbeda setelah anak pertama lahir.

"Setelah anak pertama lahir saya KB. Semua program KB sudah saya jalani tapi tidak cocok. Saya mengalami pendarahan dan pusing-pusing. Kemudian saya memutuskan tidak KB," kata Nur.

Baca juga: Kegigihan Montir Lulusan SD Rakit Pesawat, Gagal Berkali-kali hingga Dikerjakan Malam Hari

Dia mengatakan jarak kelahiran dari 15 anaknya tersebut masing-masing berbeda. Ada yang 1,5 tahun dan ada 2 tahun. Meski punya anak banyak, Nur mengaku tidak repot.

Kalau ruangan rumah tidak cukup, sebagian anaknya tersebut ada yang tidur di emperan sekolah.

"Sejak kecil anak saya tidak ada yang nakal. Kalau ditinggal ngerjain apa di rumah saya kasih makanan mereka diam. Jadi, saya senang," terang Nur.

Nur mengungkap pernah mengantarkan anak pertamanya berangkat sekolah dengan menggendong anak ketiga yang masih kecil. Sedang anak kedua dia tinggal di rumah bersama sang suami.

"Anak saya semua lahir normal. Tidak ada yang caesar," ungkapnya.

Dia menyebut suaminya dua tahun lagi pensiun. Dengan demikian, dia sekeluarga tidak lagi menempati fasilitas rumah yang ada sekarang.

"Insya Allah kalau ada rejeki cari rumah yang sederhana yang penting bisa buat berteduh sama keluarga," tutur Nur.

Sementara itu, Kepala SDN Mijen Joko Santosa mengatakan, Bandono sudah mengabdi sebagai tukang kebun di SDN Mijen sudah sejak lama. Bandono kemudian diangkat menjadi PNS tahun 1990.

"SDN Mijen ini merupakan regrouping dua sekolah. Sebelum digabung Pak Bandono sudah mengabdi di sini," kata Joko.

Bandono setiap hari bekerja menjaga sekolah dan membersihkan seluruh area termasuk ruangan sekolah.

Untuk memudahkan pekerjaannya itu, sekolah memberikan fasilitas berupa rumah dinas.

"Jadi, setiap hari Pak Bandono dan keluarganya tinggal di sini," terang Joko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com