Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Saya Cuma Bisa Cari Rebung di Hutan (2)

Kompas.com - 23/01/2020, 08:38 WIB
Rachmawati

Editor

Pengantin pesanan yang belum dapat dipulangkan dari China

Pengantin pesanan untuk laki-laki China bukan persoalan endemik di Indonesia. Perempuan yang 'dinikahkan' agen perkawinan berasal dari sejumlah negara, antara lain Myanmar, Vietnam, bahkan Pakistan.

Simpul perdagangan orang ini diyakini muncul karena saat ini jumlah laki-laki di China lebih banyak ketimbang perempuan.

Fakta ini disebut merupakan konsekuensi regulasi satu anak satu keluarga yang dikeluarkan pemerintah China sejak 1979.

Penduduk laki-laki di kawasaan pedesaan China kesulitan mendapat jodoh atau menikah. Jasa pencarian jodoh di luar negeri pun lantas berkembang.

Baca juga: Menyoal Prostitusi Online, Pakai Tagar Khusus di Twitter hingga Modus Perdagangan Orang

Dalam konteks Indonesia, praktik ini berpotensi melanggar UU 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan orang.

Kejahatan itu didefinisikan sebagai merekrut, mengangkut, menampung, atau mengirim seseorang dengan ancaman, kekerasan, pemalsuan, dan penipuan dengan tujuan atau berakibat eksploitasi.

Seseorang yang membawa warga Indonesia ke luar negeri dengan maksud mengeksploitasi diancam penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta.

Baca juga: Polisi Tangkap 6 Pelaku Perdagangan Orang, 48 Perempuan Jadi Korban

Aktivis SBMI, Juliana, menyebut sindikat pengantin pesanan sudah ada di Kalimantan Barat sejak puluhan tahun lalu. Ia mengaku pernah ditawari untuk menikah dengan pria asal China. BBC News Indonesia Aktivis SBMI, Juliana, menyebut sindikat pengantin pesanan sudah ada di Kalimantan Barat sejak puluhan tahun lalu. Ia mengaku pernah ditawari untuk menikah dengan pria asal China.
Sejak April 2019 hingga November lalu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menjalin komunikasi dengan sekitar 13 perempuan Kalimantan Barat yang terjebak kasus pengantin pesanan.

Sebagian dari mereka, salah satunya Merry, dapat mereka bantu pulangkan. Sisanya masih berada di China.

Karena tak pernah ada data resmi perempuan Indonesia yang menikah dengan laki-laki China melalui sindikat pengantin pesanan, SBMI menaksir jumlahnya jauh lebih besar.

Juliana, salah satu pengurus SBMI, menyebut ekonomi merupakan faktor utama yang mendorong para korban masuk jeratan sindikat perdagangan orang ini.

Baca juga: Sulitnya Pulangkan 2 Warga Karawang Korban Perdagangan Orang di Irak

Selain itu, kata Juliana, pendidikan dan akses informasi yang rendah juga melanggengkan bisnis gelap pengantin pesanan.

"Ini faktor ekonomi. Mereka ingin mengubah hidup keluarga, dari petani pindah ke kota. Ditawari apapun oleh comblang, diimingi uang pasti mereka tergiur, walaupun mas kawin hanya Rp25 juta."

"Korban rata-rata tinggal di desa. Comblang datang, ada tawaran, mereka langsung mengiyakan," kata Juliana.

Baca juga: 40 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang dengan Modus Kuliah Sambil Kerja di Taiwan

Merujuk data Badan Pusat Statistik per Maret 2019, Kalimantan Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di pulau Kalimantan. Angkanya mencapai 269 ribu orang atau 7,37%.

Orang miskin dalam data BPS itu adalah mereka yang pengeluaran per kapitanya kurang dari Rp269 ribu per bulan.

Baca juga: Kementerian PPPA: 70 Persen Korban Perdagangan Orang Itu Anak dan Perempuan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com