KOMPAS.com - Merry adalah perempuan asal Kalimantan yang pernah menjadi pengantin pesanan. Saat ini ia tinggal di rumah semipermanen milik orangtuanya, November lalu, tujuh bulan setelah ia pulang dari China.
Merry hingga kini belum dapat melupakan rentetan peristiwa di China yang ia sebut mengerikan.
Saat BBC Indonesia menemuinya di Landak, Merry hanya berdiam diri di rumah orang tuanya. Ia mengaku sesekali ke ladang membantu ayahnya mencari rebung dan sayur di pinggir hutan.
"Berat sekali mendengar orang mencibir kita, mau mencari kerjaan pun malu. Sekarang saya cuma bertopang pada bapak. Saya cuma bisa cari rebung dan sayur di hutan," tuturnya.
Merry belum berpikir untuk kembali bekerja. Perundungan tetangga membuatnya kecil diri. Cercaan juga didapatkan anaknya yang sekarang duduk di bangku kelas empat SD.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Awal Kejahatan Perdagangan Orang
"Tetangga saya bilang 'anak saya anak lonte, mamamu lonte'. Anak saya yang paling kecil kalau pulang sekolah biasanya nangis karena malu," ujar Merry.
"Dia mengeluh, 'Ma kalau kita ada uang, kita pindah ya dari sini. Aku tidak tahan'. Saya bilang, 'Biarlah orang mau ngomongin kita apa, kita terima saja.'"
Baca juga: Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Setiap Hari Kepala Saya dipukul (1)