Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Setiap Hari Kepala Saya dipukul (1)

Kompas.com - 23/01/2020, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Puluhan perempuan Indonesia sepanjang 2019 dipulangkan pemerintah dan lembaga advokasi migran dari China setelah mereka terperangkap perdagangan manusia berkedok pernikahan.

Tidak ada data resmi tentang jumlah korban kasus pernikahan pesanan.

Tapi sejumlah perempuan Indonesia lainnya, yang sebagian besar berasal dari Kalimantan Barat diduga masih berupaya melarikan diri dari rumah 'suami atau mertua' mereka di China.

Walau diduga merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan kartel perdagangan orang, belum satu pun pelaku yang dijatuhi hukuman di Indonesia.

Baca juga: Pengakuan Pengantin Pesanan di China: 2 Kali Menikah, Sering Dipukuli

BBC Indonesia bertemu dengan beberapa perempuan yang kerap disebut pengantin pesanan itu, baik yang berhasil kembali maupun yang masih berusaha mencari jalan pulang ke Indonesia.

Salah satunya Merry, perempuan asal Kalimantan yang tinggal di rumah semipermanen milik orangtuanya, November lalu, tujuh bulan setelah ia pulang dari China.

"Mereka bilang tidak akan ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), ternyata yang saya alami lebih parah. Kalau saya mengingat pengalaman itu, rasanya mengerikan."

Baca juga: Selama Setahun, Ada 20 Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

Merry tak menyangka kehidupan remajanya yang sempat jatuh ke titik nadir akan semakin tenggelam saat ia terbang ke China tahun 2018.

Kala itu Merry setuju menikah dengan laki-laki asal China. Ia bertemu lelaki itu setelah menerima tawaran dari Nurlela, sepupu perempuannya.

Merry bersedia menjalin rumah tangga dan diboyong laki-laki yang tak dikenalnya ke China. Ia berkata, pertimbangannya adalah iming-iming kesejahteraan yang lebih baik.

"Coba kakak ikut saya nikah ke Tiongkok. Tunangan dulu, nanti bisa dapat uang 20 juta," ujar Merry mengulang tawaran Nurlela, sepupunya yang juga pernah menjadi pengantin pesanan.

Baca juga: Selama Setahun, Ada 20 Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

"Saya kaget. Kalau saya kerja di warung kopi, butuh berapa tahun kumpulkan uang sebanyak itu," tuturnya.

Saat menerima tawaran tersebut, Merry berusia 27 tahun. Saat itu ia belum lama memulai pekerjaan sebagai pelayan di sebuah warung kopi setelah bercerai dengan suami pertamanya.

Pada umur 16 tahun Merry menikah dengan kawan sebayanya. Ia putus sekolah sebelum tamat sekolah menengah.

Selama pernikahan itu ia tinggal di hutan bersama suami pertamanya yang mencari nafkah dengan cara menjaga perkebunan karet.

Baca juga: Imigrasi Soekarno-Hatta Akui Sulit Deteksi Perdagangan Manusia lewat Pengantin Pesanan

"Suami pertama saya peminum alkohol. Uang kami tidak cukup, apalagi anak kami saat itu sudah besar."

"Suatu hari sekitar jam 10 malam dia pulang dan meminta saya mengggoreng ikan asin. Saya bilang bahwa saya capai seharian mengurus anak dan kerja di kebun."

"Dia marah. Surat nikah dan kartu keluarga kami habis dia bakar. Kalau saya tidak lari, mungkin dia sudah bunuh saya dan anak kami," kata Merry.

Baca juga: Berbagai Modus Perdagangan Manusia, dari Pengantin Pesanan hingga Pemberian Beasiswa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com