Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dalang Jenggleng, Gunakan Cara Abnormal hingga Kuis Berhadiah

Kompas.com - 21/01/2020, 10:31 WIB
Sukoco,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MAGETAN, KOMPAS.com - Irama gamelan sayup terdengar dari rumah joglo dengan gebyog, ukiran khas jawa di Desa Bangunasri, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Senin (20/1/2020) siang.

Senyum ramah pemilik rumah langsung menyambut saat Kompas.com berkunjung ke sanggar milik Ki Jenggleng.

Pemilik nama asli Suyatno Aji Gondo Kusumo tersebut merupakan salah satu dalang di Magetan yang memiliki kegelisahan terhadap semakin minimnya generasi muda yang memahami dan mencintai kesenian wayang kulit.

Baca juga: Melacak Jejak Pembalakan Liar Hutan Lindung Sendiki yang Mulai Gundul

Menurut Dalang Jenggleng, harus ada cara yang tidak biasa untuk lebih mendekatkan kesenian wayang kepada generasi milenial.

Salah satu cara yang pernah dia coba adalah dengan membesarkan 2 kali lipat ukuran geber (layar untuk penampilan wayang kullit) agar terlihat beda dari biasanya.

“Awal tahun 2000an saya bikin geber sepanjang 10 meter. Dulu, itu enggak biasa,” ujar Suyatno saat ditemui, Senin.

Tampilan yang tidak biasa tersebut ternyata hanya menarik kalangan orang tua penikmat seni wayang.

Tak putus asa, Dalang Jenggleng mementaskan 2 dalang dengan menggandeng dalang cilik untuk main dengan geber sepanjang 10 meter tersebut.

Bahkan, untuk memberi kesempatan kepada anak-anak mengenal wayang, pagelaran wayang yang biasanya dimulai pukul 21:00 WIB, dia majukan menjadi pukul 19:30 WIB.

“Cara ini memang abnormal menurut penggemar wayang. Tetapi memajukan jam pagelaran akan memberikan kita kesempatan agar anak-anak kecil mengenal wayang,” kata dia.

Asal-usul Jenggleng hingga keterbatasan dana

Pada awal menggeluti dunia pedalangan, Dalang Jenggleng masih menggunakan namanya sendiri sebagai nama panggung.

Meski sudah memiliki penggemar tersendiri dengan caranya mendalang yang tak lazim tersebut, pada 2005 dia memutuskan mengganti nama panggung menjadi Dalang Jenggleng.

Baca juga: Mengunjungi Museum Ranggawarsita, Rumah bagi Ribuan Koleksi Wayang

Nama tersebut berawal dari keluhan salah satu penggemar kesenian wayang yang tak memiliki cukup uang untuk menghadirkan pagelaran wayang dalam sebuah hajatan.

Karena trenyuh dengan keadaan orang tersebut, Dalang Jenggelng menyanggupi tampil pada hajatan orang tua tersebut dengan bayaran seadanya.

“Spontan saja saya bilang saya tawarkan wayang jenggleng kepada orang tua yang pengin nanggap wayang, tapi duitnya kurang. Saya lebih terpanggil dengan kecintaan orang tersebut pada dunia wayang,” ucap Suyatno.

Namun, bayaran yang sedikit tak pernah menyurutkan semangatnya.

Meski hanya dengan uang Rp 4,5 juta, Dalang Jenggleng mampu menggelar pagelaran wayang dengan gebyar, seperti wayang dengan peralatan penuh.

Anggaran yang hanya seperlima dari tarif normal tersebut membuat pagelaran wayang hanya sampai tengah malam.

Minimnya bayaran juga membuat peralatan gong pengiring wayang tidak lengkap. 

Untuk menyiasati keterbatasan, Dalang Jenggleng membawa 2 buah keyboard untuk mengganti peran bonang dan sitar, serta membawa gitar serta bass elektrik untuk mengganti gong besar.

Dalang Jenggleng memanfaatan peralatan musik listrik untuk menghadirkan musik campur sari, dangdut, keroncong bahkan music rock pada pagelaran wayang saat babak limbukan atau babak hiburan.

“Animo masyarakat ternyata luar biasa. Pagelaran akhirnya molor dari kesepakatan jam 12.00 malam, karena penonton tidak mau bubar,” ujar Suyatno sambil tersenyum mengingat cara yang tidak lazim yang dia lakukan pada kesenian wayang kulit tersebut.

Meski demikian, Dalang Jenggleng tetap mengharuskan penyanyi mengenakan kebaya sebagai cara untuk menghindari perilaku anarkis dari penonton.

Kewajiban mengenakan kebaya juga dimaksudkan untuk tetap menjaga harkat dan martabat pesinden wanita.

Selain itu, untuk lebih mengenalkan kembali tarian tradisional pada generasi muda, Dalang Jenggleng membuka pagelaran dengan tarian gambyong.

“Lagi-lagi cara pagelaran wayang sampai jam 12.00 malam, dibuka dengan tarian gambyong, terus menghadirkan lagu dangdut dan campur sari yang dikritik oleh sesama, karena tidak lazim pada saat itu,” kata dia.

Prihatin dengan keberadaan gong yang berusia ratusan tahun, Dalang Jenggleng menawarkan seniman menjadi ornag tua asuh gamelan yang tergolong langka.KOMPAS.COM/SUKOCO Prihatin dengan keberadaan gong yang berusia ratusan tahun, Dalang Jenggleng menawarkan seniman menjadi ornag tua asuh gamelan yang tergolong langka.
Kuis berhadiah

Jika Presiden Joko Widodo membagikan hadiah sepeda dengan memberikan pertanyaan kepada masyarakat, Dalang Jenggleng juga punya cara untuk mengenalkan nama tokoh wayang kepada anak-anak kecil yang menonton.

Anak anak yang bisa menjawab pertanyaan seputar nama wayang kulit akan diberi uang jajan sebagai apresiasi oleh Dalang Jenggleng.

“Itu lah mengapa pagelaran wayang dimajukan jam 19:30 WIB, agar anak-anak bisa ikut nonton dan kita apresiasi dengan kuis,” kata dia.

Untuk lebih mengenalkan dunia wayang kulit kepada generasi muda, Dalang Jenggleng berencana membuka galeri seni dengan koleksi gong, wayang serta busana adat jawa di sanggar tari miliknya.

Penataan mulai dilakukan dari bangunan rumah miliknya yang berbentuk limas sebagai galeri yang akan menampung gamelan lengkap dengan wayang kulit.

Galeri rencananya juga akan diisi dengan edukasi kegiatan tarian tradisional.

“Kalau datang ke sini sudah lengkap pembelajaran soal gamelan dan wayang serta pengetahuan soal langgam jawa,” kata Dalang Jenggleng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com