Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

21 Tahun Konflik Maluku dan Harapan Masyarakat

Kompas.com - 19/01/2020, 18:39 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

AMBON, KOMPAS.com - Konflik kemanusiaan yang pernah berkecamuk di Maluku pada tahun 1999 silam telah menjadi sejarah paling kelam sekaligus pembelajaran berharga bagi warga di daerah itu bahwa perang hanya akan melahirkan penderitaan yang berkepanjangan.

Bagi warga yang mengalami langsung konflik Maluku di tahun 1999-2003, hidup di zaman konflik tak ubahnya seperti hidup dalam situasi paling kejam, di mana setiap hari akan ada nyawa yang melayang dan rumah warga yang dibakar.

Sepanjang periode konflik Maluku, tercatat ribuan warga mati terbunuh, ribuan rumah dan fasilitas umum termasuk rumah ibadah hangus terbakar serta ratusan ribu warga terpaksa mengungsi dan meninggalkan Maluku.

Bagi penduduk yang perkampungannya hangus terbakar, tak ada pilihan lain kecuali memilih hidup di lokasi pengungsian dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Baca juga: Kapal Pengangkut 25 Drum Avtur Hilang Kontak di Laut Maluku Sejak Sepekan Lalu

Hari ini, tepat 19 Januari 1999 atau 21 tahun silam, konflik Maluku terjadi.

Saat ini, masa kelam yang pernah menyelimuti Maluku itu telah berlalu di mana warga di daerah itu telah hidup rukun dalam suasana yang damai seperti sediakala.

“Kami bersyukur karena saat ini situasinya sudah jauh berubah, sudah damai dan sudah berbaur kembali,” kata Fauzi, salah seorang warga Ambon kepada Kompas.com, Minggu (19/1/2020).

Pegawai suwata ini mengaku saat konflik terjadi dia dan keluarganya juga ikut mengungsi setelah rumah mereka di Kecamatan Nusaniwe, ikut terbakar.

Bagi Fauzi, hidup dalam situasi konflik sangatlah buruk, karena nyawa manusia menjadi tidak berharga di zaman tersebut.

Dia mengaku, saat itu dia tidak pernah membayangkan bahwa konflik Maluku akan berakhir secara damai dan kondisi Maluku akan kembali pulih seperti saat ini.

“Siapa yang berpikir saat itu konflik akan berakhir?, tapi memang ini sudah menjadi kehendak Tuhan dan kejadian lalu (konflik) itu harus kita jadikan sebagai pembelajaran,” ujar dia.

Martinus, warga lainnya mengaku, konflik di Maluku telah menyisikan kenangan pahit yang harus dapat dijadikan sebagai pembelajaran berharga agar warga di Maluku tidak lagi mengulangi peristiwa berdarah tersebut.

Martinus menuturkan, konflik Maluku tidak hanya membawa kesengsaraan bagi warga di sana tapi juga telah meruntuhkan peradaban kemanusiaan saat itu.

“Karena hukum tidak lagi berlaku, saling membunuh seperti hal biasa, tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan, saya kira itu pelajaran paling berharga bagi kita orang Maluku,” kata dia.

Martinus yang juga korban konflik ini mengaku bersyukur karena atas kesadaran seluruh masyarakat Maluku, konflik dapat diakhiri dengan kesepakatan damai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com