Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ridho, Balita Penderita Penyakit Langka Kulit Kura-kura

Kompas.com - 15/01/2020, 08:32 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
Khairina

Tim Redaksi

 

BANYUMAS, KOMPAS.com - Muhammad Ridho Fauzi, bocah penderita sindrom harlequin ichthyosis atau biasa disebut sindrom kulit kura-kura genap berusia empat tahun pada Selasa (14/1/2020).

Ungkapan selamat ulang tahun dan lantunan harapan terucap dari sang ibu, Siti Nur Endah (41) pagi itu ketika Ridho baru saja terbangun dari tempat tidurnya.

Tak ada perayaan khusus, Ridho melanjutkan aktivitasnya hingga tertidur kembali.

"Lagi tidur, tadi pagi saya kasih ucapan selamat dan nyanyiin lagu ulang tahun dia nangis," kata Endah saat ditemui di rumahnya Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa siang.

Baca juga: Kisah Bayi Delfa, 3 Bulan Ditahan RS, Akhirnya Pulang Setelah Tagihan Biaya Dilunasi Donatur

Tak berselang lama, Ridho terbangun dari tidurnya.

Seorang lansia yang setiap hari merawat Ridho menggendongnya dan membawa dari kamar menuju ruang tamu rumah permanen yang belum rampung dibangun.

Kulit Ridho tampak kering dan mengelupas di sana sini. Mata dan mulutnya terlihat sukar digerakkan.

Sang ibu lantas menyemprotkan cairan dalam botol kecil ke seluruh bagian tubuh Ridho agar lembab.

"Anak saya menderita kelainan genetik sindrom harlequin ichthyosis, orang sini biasanya menyebut sindrom kulit kura-kura. Kelainan ini sangat langka, 1:1 juta, sampai sekarang belum ada obatnya," ungkap Endah.

Istri dari Gesang Budi Sukmono (43) ini mengaku, awalnya sempat shock ketika mengetahui anak bungsu dari tiga bersaudara itu terlahir dengan kelainan. 

"Saya melihat adek (Ridho) waktu usia 9 hari, karena keluarga nggak tega ngasih tahu saya. Begitu saya lihat di ruang isolasi kulitnya luar biasa, tapi sudah menghitam dan mengelupas. Saya shock, mau pingsan, saya perbanyak istighfar. Setelah siap saya gendong adek," tutur Endah.

Endah mengatakan, saat itu dokter menyampaikan kemungkinan hidup anak dengan kelainan seperti itu kecil. Dari beberapa kasus, sebagian besar meninggal dunia dalam hitungan pekan atau bulan.

Namun Tuhan berkehendak lain, dengan berbagai keterbatasan fisik, Ridho tumbuh sehat. Ridho sangat komunikatif ketika bertemu dengan orang, meski dengan pelafalan bahasa yang tak begitu jelas.

Ketika ditanya cita-citanya, Ridho menjawab "dokter". Sang ibu "menimpali dokter apa?", Ridho kembali menjawab "dokter kulit".

Ridho juga sangat aktif bermain bola plastik dan miniatur bus di lantai. Setelah bosan, Ridho meminta ibunya untuk memutar musik kesukaannya yang didengarkan melalui speaker aktif.

Sambil duduk bersila, kedua tangan Ridho bergerak naik turun mengikuti alunan musik.

Ridho juga selalu diajak bersosialisasi dengan dunia luar. Sesekali, Ridho diajak bermain ke pantai atau tempat rekreasi yang lain.

Baca juga: Kisah Ketut Budiarsa Derita Penyakit Langka, Alami Patah Tulang hingga Ratusan Kali (1)

Endah yang berprofesi sebagai guru wiyata bakti di TK ini mengaku, merawat anak penderita kelainan seperti Ridho memerlukan kesabaran dan ketelatenan. Ridho harus mendapat perawatan eksklusif.

Endah mengatakan, setiap kali mandi Ridho berendam paling tidak selama dua jam. Sebelum mandi, tubuh Ridho harus dipijat dengan minyak kelapa agar kulitnya kenyal. Dan setiap saat, Ridho harus disemprot dengan cairan khusus.

"Nggak lama setelah mandi , 5 menit kering lagi. Kalau kulitnya kering seperti tanah yang pecah-pecah, berdarah, kaku seperti kayu. Makanya setiap saat harus disemprot, kalau (udara) panas bolak-balik disemprot, kering semprot, kering semprot," ujar Endah.

Untuk makan, Ridho juga tidak bisa sembarangan. Makanan harus diblender hingga lembut, karena bagian lehernya kaku sehingga sulit menelan makanan padat.

"Untuk merawat adek ini sebulan paling tidak Rp 7 juta, itu harus ada. Untuk biaya yang merawat, untuk popok dan lain-lainnya. Yang saya harapkan bantuan doa, kalaupun mereka datang membawa bantuan kami tidak menolak, itu skenario Allah, rezeki adek," kata Endah.

Lebih lanjut Endah mengatakan, tak jarang kondisi Ridho yang berbeda dengan anak sebayanya mendapat perlakukan tidak enak dari orang luar. Bahkan tak sedikit yang mencap Ridho dengan stigma negatif.

"Dulu waktu kecil saya pernah dengar ada anak genderuwo di desa tetangga. Saya baru ngeh ketika punya anak ini, dengan adanya adek saya berkewajiban untuk mengedukasi orang-orang, bahwa ini adalah kelainan genetik," ujar Endah.

Baca juga: Idap Sindrom Langka, Perempuan Ini Bisa Berkata Pakai Aksen Asing

"Tidak menutup kemungkinan anak saya dikatain anak genderuwo. Ketika (anak saya) dibilang anak genderuwo, saya tidak marah, tapi sedih, nyatanya dia memang lain dari yang lain. Jangankan orang lain, dokter juga ada yang enggak tahu," sambung Endah.

Endah bertekad untuk terus mengedukasi masyarakat dan berbagai kepada sesama orang tua yang mengalami hal serupa. Endah belajar cara merawat anaknya secara otodidak melalui internet, karena ke dokter pun tak ada obatnya.

"Ini mungkin tugas mulai dari Allah untuk memberi semangat juga kepada orang lain yang mengalami kelainan serupa. Dengan perawatan di rumah bisa membantu adek yang di luaran kebingungan merawat anaknya agar bertahan hidup, karena sebagian besar tidak bertahan," ujar Endah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com