Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerhana Bulan Penumbra, Ini Tradisi Unik Masyarakat di Berbagai Daerah

Kompas.com - 11/01/2020, 11:36 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Fenomena gerhana bulan penumbra terjadi pada Sabtu (11/1/2020) dini hari. Fenomena ini dapat diamati di seluruh wilayah di Indonesia.

Seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kabid Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko mengatakan, gerhana bulan terjadi saat cahaya matahari terhalang oleh bumi.

Terjadinya gerhana juga merupakan akibat pergerakan dinamis posisi matahari, bumi dan bulan.

"Seluruh proses gerhana dapat dilihat di Asia, Eropa, sebagian besar Afrika, sebagian kecil Australia bagian barat dan Samudra Hindia," katanya.

Masyarakat Indonesia di berbagai daerah memiliki kepercayaan beragam mengenai fenomena gerhana bulan. Berikut tradisi unik di berbagai daerah saat terjadinya gerhana bulan:

Baca juga: Gerhana Bulan Pertama 2020 Bisa Dilihat pada 11 Januari, Simak Infonya di Sini

1. Ritual adat tabuh gendang dan gong

Foto kolase proses gerhana bulan sebagian (parsial) yang terlihat dari Masjid Al-Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/7/2019). Gerhana bulan sebagian dapat terlihat jelas di Surabaya karena langit tidak tertutup awan.ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO Foto kolase proses gerhana bulan sebagian (parsial) yang terlihat dari Masjid Al-Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/7/2019). Gerhana bulan sebagian dapat terlihat jelas di Surabaya karena langit tidak tertutup awan.

Masyarakat Beo Wajur, Desa Wajur, Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tradisi unik saat gerhana bulan terjadi.

Tradisi ini disebut Weleng Wulang. Weleng Wulang sendiri merupakan sebutan masyarakat setempat untuk peristiwa gerhana bulan.

Bagi mereka, gerhana bulan tidak berbahaya. Sebaliknya, masyarakat setempat percaya gerhana bulan mampu memberikan tanda-tanda rezeki dalam kehidupan masyarakat.

Saat gerhana bulan terjadi, mereka melakukan ritual adat berkumpul di rumah adat kampung setempat dan melakukan tradisi menabuh gendang serta gong. Masyarakat juga melantunkan nyanyian.

“Dulu nenek moyang dan orangtua-orangtua kami menyambut Weleng Wulang dengan penuh kegembiraan dan ceria karena tanda-tanda itu membawa berkah bagi hidup keluarga di masa akan datang,” jelas Theodorus Madur, seorang pemuka adat di Beo Wajur, Senin (19/11/2018).

Weleng Wulang dipercaya membawa tanda kebaikan dan keberhasilan dalam usaha mengolah pertanian.

Baca juga: [POPULER TREN] Waktu Puncak Gerhana Bulan | Lyme Disease

2. Tabuh lesung

Meriahnya suasana super blue blood moon sambil memainkan lesung di Dusun Gelaran 1, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta, Rabu (31/1/2018) malam.Kompas.com/Markus Yuwono Meriahnya suasana super blue blood moon sambil memainkan lesung di Dusun Gelaran 1, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta, Rabu (31/1/2018) malam.

Bagi masyarakat Jawa, gerhana bulan dimaknai hadirnya seorang raksasa atau buto yang memakan cahaya bulan.

Warga pun beramai-ramai membunyikan lesung serta kentongan dan berharap raksasa tersebut pergi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com