Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua Komisi IV DPR: Normalisasi Sungai Dulu, Baru Naturalisasi

Kompas.com - 09/01/2020, 09:01 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR yang membidangi masalah lingkungan, Dedi Mulyadi mengatakan, normalisasi sungai di Jakarta harus pertama kali dilakukan karena kondisinya mendesak. Setelah sungai kembali normal, maka dilakukan upaya naturalisasi.

Menurut Dedi, istilah normalisasi dan naturalisasi sebenarnya bertujuan sama, untuk mengembalikan sungai ke keadaan semula dan alamiah. Itu artinya bahwa sungai di Jakarta harus bersih, diperdalam dan diperlebar. 

Selain itu, di bantaran sungai juga tidak boleh ada permukiman dan ditanami pohon atau rumput.

Meski bertujuan sama, namun pendekatannya berbeda. Normalisasi, kata Dedi, dilakukan dengan pendekatan mekanis dan represif.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Wajar jika Susi Pudjiastuti Marah karena Natuna Diusik

 

Pendekatan mekanis, misalnya, adalah pelebaran dan pendalaman sungai. Lalu pembersihan sungai dari sampah.

Sedangkan pendekatan represif, yakni pembongkaran bangunan di pinggir sungai dan larangan membangun permukiman di bantaran.

Sementara, naturalisasi dilakukan dengan pendekatan alamiah. Misalnya, penanganan sungai dengan memberdayakan warga.

Setiap hari warga menjaga dan membersihkan sungai dari sampah. Lalu di pinggir sungai ditanami pohon dan rumput vetiver.

Dedi mengatakan, normalisasi dilakukan untuk menangani masalah jangka pendek dan dalam kondisi mendesak, sementara naturalisasi untuk jangka panjang.

"Pendekatan represif dilakukan untuk jangka pendek dan kondisi mendesak. Sementara naturaliasi harus dilakukan secara konsisten dan sifatnya jangka panjang," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Kamis (9/1/2020).

Untuk Jakarta dengan kondisi saat ini, kata Dedi, cara yang tepat untuk dilakukan adalah dengan normalisasi. Sebab, sungai Jakarta sudah tercemar, menyempit dan mengalami kedangkalan.

"Untuk iklim Jakarta hari ini pola pendekatan alamiah (naturaliasi) itu sangat sulit dilakukan karena sungai  Jakarta sudah tidak alamiah. Kesadaran kolektif masyarakat Jakarta soal lingkungan rendah," kata ketua DPD Golkar Jawa Barat ini.

Normalisasi diikuti naturalisasi

Dedi mengibaratkan normalisasi dan naturalisasi itu dengan pengobatan badan. Untuk badan panas, hal yang mendesak dilakukan adalah menurunkan suhunya dengan obat kimia. Itu yang disebut normalisasi.

Setelah itu, lalu menjaga tubuh agar tetap sehat dengan berolahraga dan memperbaiki pola makan, dan itu dinamai naturalisasi.

Namun efek normalisasi tidak akan berlangsung lama jika tidak disertai dengan naturalisasi.

 

Lalu naturaliasi jika diibaratkan dengan pengobatan badan panas adalah dengan mengonsumsi obat alamiah, namun proses penyembuhannya lama. Tetapi dengan obat alamiah, badan kuat dan tidak akan sakit lagi.

Namun dengan pengobatan alamiah, orang harus bersabar dan bisa menahan rasa sakit yang cukup lama.

"Nah, jika dalam konteks sungai Jakarta, apakah dengan naturalisasi, masyarakat akan bersabar dan bisa kuat menerima banjir setiap hujan? Tentunya tidak akan," kata Dedi.

Oleh karena itu, Dedi mengatakan bahwa normalisasi sungai mendesak untuk dilakukan. Jika sudah normal, baru diikuti dengan naturalisasi. Atau, kata dia, kedua cara itu bisa dilakukan secara bersamaan.

Baca juga: Atasi Banjir, Dedi Mulyadi Usul Tata Ruang DKI, Jabar dan Banten Disatukan

Jadi, kata Dedi, pertama adalah dinormalkan terlebih dahulu, yaitu pembongkaran permukiman di pinggir sungai. Lalu perdalam dan perlebar sungai.

Setelah itu, itu dinaturalkan dengan penanaman pohon dan rumput vetiver di pinggir sungai. Hulu juga harus dinaturalisasi seperti reboisasi.

"Jadi normaliasi dan naturalisasi itu harus disatukan menjadi satu kesatuan penyelesaian," tandas mantan bupati Purwakarta dua periode itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com