Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta tentang Natuna, Surga Bahari di Perbatasan Indonesia yang Miliki Cadangan Gas Raksasa

Kompas.com - 08/01/2020, 17:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Rabu (8/1/2020), Presiden Joko Widodo bertolak ke Natuna, Kepulauan Riau dan bertemu dengan para nelayaan di Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna.

Di hadapan para nelayan, Jokowi mengatakan bahwa Natuna adalah teritorial NKRI dan tidak perlu ada pihak yang meragukannya.

"Hari ini saya ingin memastikan dan memberitahukan bahwa Kepulauan Natuna dalah teritorial kita yang masuk dalam NKRI," kata Jokowi dilansir dari Antaranews.com.

Pernyataan tersebut dipicu dengan masuknya kapal penangkap ikan dan coast guard China di perairan Natuna pada 31 Desember 2019 lalu.

Kapal nelayan asing tersebut diduga melakukan pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan melakukan praktik illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di wilayan tertitori Indonesia.

Baca juga: Sejarah Konflik Natuna dan Upaya Indonesia

 

Luas lautan capai 99 persen

KRI Bung Tomo-357 unsur Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmada I berhasil menangkap 4 Kapal Ikan Asing (KIA) asal Vietnam.  Dan melakukan pengusiran terhadap 2 Kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS) atau Kapal Pengawas Perikanan Vietnam, Kiem Ngu 214214 dan Kiem Ngu 214263 yang melakukan manuver hostile intent (Niat bermusuhan) dengan berupaya untuk menghalangi pengawalan KIA Vietnam yang dilakukan oleh KRI TOM-357 hingga hostile act (Tindakan bermusuhan) dengan menuver yang membahayakn KRI dan kapal tangkapan di Laut Natuna Utara.DOK TNI AL KRI Bung Tomo-357 unsur Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmada I berhasil menangkap 4 Kapal Ikan Asing (KIA) asal Vietnam. Dan melakukan pengusiran terhadap 2 Kapal Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS) atau Kapal Pengawas Perikanan Vietnam, Kiem Ngu 214214 dan Kiem Ngu 214263 yang melakukan manuver hostile intent (Niat bermusuhan) dengan berupaya untuk menghalangi pengawalan KIA Vietnam yang dilakukan oleh KRI TOM-357 hingga hostile act (Tindakan bermusuhan) dengan menuver yang membahayakn KRI dan kapal tangkapan di Laut Natuna Utara.
Kepulauan Natuna sempat masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malayasia.

Namun pada abad ke-19, Kepulauan Natuna masuk ke penguasaan Kedaulatan Riau dan masuk wilayah Kesultanan Riau.

Saat Indonesia merdeka, delegasi dari Riau menyerahkan kedaulatan pada Republik Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa.

Kepulauan Natuna berada di Provinsi Kepulauan Riau dan berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

Pemerintah Indonesia telah resmi mendaftarkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 18 Mei 1965.

Baca juga: Kekayaan dan Potensi Natuna

Natuna memiliki potensi bahari yang cukup besar dengan luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Januari 2020, pada tahun 2011 potensi sumber daya ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun atau sekitar 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI) 711 di Laut Natuna.

Pada tahun 2014, pemanfaatan produksi perikanan tangkap Natuna mencapai 233.622 ton atau 46 persen dari total potensi lestari sumber daya ikan.

Potensi ikan di Natuna atara lain ikan jenis kerapu, tongkol krai, teri, tenggiri, ekor kuning, selar, kembung, udang putih, udang windu, kepiting, rajungan, cumi-cumi, dan sotong.

Baca juga: Bupati Natuna: Kapal Ikan Asing Tak Ada Kapoknya meskipun Sudah Ditangkap dan Ditenggelamkan

Sementara penyebaran penangkapan ikan di Natuna adalah di skeitar Pulau Bunguran, Natuna Besar, Pesisir Pulau Natuna, Midai, Pulau Serasan, Tambelan, dan Laut China Selatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com