Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Penangkapan Sudarto Terkait Kasus Larangan Natal di Dharmasraya

Kompas.com - 08/01/2020, 08:04 WIB
Farid Assifa

Editor

PADANG, KOMPAS.com - Wendra, kuasa hukum aktivis Pusaka Sudarto, menjelaskan kronologi penangkapan kliennya oleh Polda Sumatera Barat terkait posting di Facebook soal larangan Natal di Dharmasraya dan Sinjunjung, Sumbar.

Wendra menceritakan, Sudarto diamankan pada pukul 13.30 WIB di Kantor Pusaka.

Sebelum ditangkap oleh Polda Sumbar, kata dia, Sudarto sempat ditelepon oleh satu orang yang tidak dikenal.

Dalam sambungan telepon, orang tersebut mengajak Sudarto untuk bertemu di kantor Pusaka.

Setelah ditunggu di kantor Pusaka, dikatakannya, bahwa ada delapan anggota Polda Sumbar yang tiba.

Baca juga: Sudarto Jadi Tersangka Kasus Postingan soal Pelarangan Natal di Dharmasraya

Saat itulah, anggota Polda Sumbar menangkap Sudarto dengan memperlihatkan Surat Perintah Penangkapan: SP.Kap/4/I/RES2.5/2020/Ditreskrimsus.

"Dalam penangkapan, polisi sempat akan menyita komputer yang ada di Pusaka, akan tetapi penyitaan tersebut ditolak oleh Sudarto karena tidak ada perintah dari pengadilan," jelasnya.

Dia menyebutkan, penangkapan ini ditengarai akibat kritikan terkait dugaan pelarangan ibadah Natal di Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya.

Dikatakan pula, kasus pelarangan perayaan Natal di Nagari Sikabau atas balasan surat pemberitahuan dari Pemerintahan Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya.

Baca juga: Kuasa Hukum Sudarto Siapkan Praperadilan Kasus Postingan Pelarangan Natal di Sumbar

Menurut dia, surat itu berisi bahwa pemerintahan nagari merasa keberatan atas pelaksanaan ibadah Natal dan Tahun Baru 2020, yang bersifat terbuka dan berskala banyak agar melaksanakan dan merayakan di luar wilayah Sikabau.

Dalam surat balasan tersebut, dijelaskannya, berisi bahwa umat Kristiani di Nagari Sikabau yang ingin melaksanakan ibadah Natal agar dilaksanakan secara individual di rumah masing-masing.

"Penangkapan terhadap Sudarto merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia," katanya.

Baca juga: Ini Alasan Kuasa Hukum Sudarto Ajukan Praperadilan

Disebutkannya bahwa pemakaian pasal-pasal karet dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik terus dilakukan oleh negara untuk membungkam suara-suara kritis dalam menyuarakan hak-hak masyarakat yang ditindas dan dikucilkan untuk menjalankan agama yang dipercayai.

"Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan, terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," sebutnya.

Baca juga: Polda Sumbar Persilakan Kuasa Hukum Sudarto Ajukan Praperadilan

Jadi tersangka

Diberitakan sebelumnya, aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto, ditangkap Polda Sumbar, Selasa (7/1/2020), dengan kasus ujaran kebencian terkait pelarangan perayaan natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sinjunjung, Sumatera Barat.

Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto saat dihubungi TribunPadang.com mengatakan, saat ini Sudarto sudah menjadi tersangka.

"Sudah menjadi tersangka, jadi pas diperiksa tadi sudah menjadi tersangka," katanya, Selasa (7/1/2020). Setelah menjalani pemeriksaan, Polda Sumbar langsung menahan Sudarto.

Baca juga: Kuasa Hukum: Penangkapan Sudarto Berbahaya Bagi Kebebasan Beragama

Artikel ini telah tayang di Tribunpadang.com dengan judul Sebelum Ditangkap Polda Sumbar, Sudarto Ditelepon Orang Tak Dikenal, Ini Kata Penasihat Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com