Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Wajar jika Susi Pudjiastuti Marah karena Natuna Diusik

Kompas.com - 07/01/2020, 10:28 WIB
Farida Farhan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengaku memahami kemarahan Susi Pujiastuti saat Laut Natuna diusik.

"Dia itu orang yang sejak kecil hidup dalam habitat dan ekosistem laut. Dia memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan laut karena laut menjadi habitat dirinya," ujar Dedi melalui sambungan telepon, Selasa (7/1/2020).

Menurut Dedi, sikap reaktif Susi mulai dari rencana ekspor baby lobster hingga pencurian ikan di Natuna, adalah refleksi dari seorang ibu yang memiliki panggilan kuat karena merasa kehidupan anaknya terganggu.

Baca juga: Fakta Polemik Kapal Asing di Perairan Natuna, Bukan Hal Baru hingga TNI Tegaskan Tak Akan Perang

 

Dia merasa bahwa lingkungan habitat dia ada yang mengusik.

Sikap reaktif itu, kata Dedi, sudah bukan lagi sikap politik, melainkan sikap psikologis yang akan dilakukan oleh siapa pun yang kehidupan anaknya terganggu.

"Persis seperti ayam yang terganggu ketika sedang mengerami anak-anaknya. Dan, spirit itulah yang membuat Bu Susi selama ini memiliki tingkat keberanian yang sangat tinggi, mengalahkan siapapun, ketika dia jadi menteri Kelautan dan Perikanan," katanya.

Baca juga: Ridwan Kamil Tawari Susi Jadi Penasihat Kemaritiman Jawa Barat

Melindungi ekosistem laut

Dedi menilai Susi mempunyai penghitungan ekosistem dan semangat perlindungan teritorial yang sangat tinggi terhadap wilayah.

"Kita harus jujur, kita melakukan otokritik, bahwa selama ini kita elah melakukan kebodohan-kebodohan tentang laut," katanya.

Misalnya, sambungnya, Singapura adalah kompetitor Indonesia dari sisi bisnis.

Singapura merupakan negara tetangga yang sudah biasa hidup berkompetsi.

Seperti ketika tetangga punya mobil dan berusaha untuk bisa membeli mobil. Hal tersebut bagi Dedi adalah hal biasa.

Baca juga: 3 Kapal Milik China Masih Berada di Laut Natuna

"Nah, aneh kan negara kita ini, ketika kita berkompetisi dengan Singapura, kita malah mengirim pasir laut sehingga wilayah Singapura semakin luas," katanya.

Namun dampaknya, kata dia, bibir-bibir pantai habis.

Misalnya, bibir pantai Jayanti sampai Cipatujauh habis dikeruk. Selain itu, nelayan asing menggunakan bom ikan sehingga karang menjadi habis.

Lalu kapal vietnam menggunakan trawl atau pukat harimau yang menjaring ikan sampai ke yang paling kecil seperti rica-rica.

Padahal rica-rica itu untuk pakan lobster. Bahkan hampir saja rica-rica juga diekspor ke negara lain sehingga lobster kita akan berkurang.

Baca juga: Bupati Natuna: Kapal Ikan Asing Tak Ada Kapoknya meskipun Sudah Ditangkap dan Ditenggelamkan

Penyelundupan

Yang paling miris, Dedi mengaku baru mendapat informasi ada penyelundupan kepiting bertelur ke Malaysia.

Kemudian di Malaysia, kepiting itu dilepas di hutan bakau lalu berkembang.

"Malaysia akhirnya bisa menjual kepiting ke pasar-pasar internasional," tandasnya.

Masih menurut Dedi, Indonesia terus merugi karena tidak memiliki mental kecintaan terhadap negara.

Bangsa ini baru memiliki sikap patriotisme dan kecintaan terhadap negara itu berupa formalstik dan simbolistik.

"Belum pada sikap substantif," kata Dedi.

Baca juga: Penyelundupan 91.630 Ekor Baby Lobster Senilai Rp 13,8 Miliar ke Singapura Digagalkan

Cinta, menjaga dan membela laut

Sementara Susi Pujiastuti dinilainya sudah memiliki sikap substantif terkait kecintaannya terhadap Indonesia. Makanya, Susi selalu menjaga dan membela laut.

"Makanya, saya dulu meyebut Bu Susi itu adalah ratu laut, sekarang tambah jadi ratu samudera," kata dia.

Dedi menyebut orang kalau sudah memiliki ikatan psikologis dengan laut, maka ketika laut itu diganggu maka dia akan menangis dan marah. Ikatan itulah yang dimiliki Susi.

"Falsafah alam seperti itu bukan hal baru di Indonesia. Misalnya di Jawa, ingat hikayat Dewa Ruci yang memiliki makna terdalam bahwa kalau ingin membangun bangsa itu, dua hal yang harus dijaga, yakni laut dan gunung," katanya.

Baca juga: Susi Nostalgia Mural di Solo hingga Kritik Soal Lobster

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com