Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Viral Bajakah, Titi Wati Alami Obesitas, hingga Mantri Patra Meninggal di Papua

Kompas.com - 31/12/2019, 20:00 WIB
Setyo Puji

Editor

KOMPAS.com - Pada tahun 2019, penemuan obat kanker oleh pelajar dari SMAN 2 Palangkaraya dari akar kayu Bajakah menyita perhatian pembaca Kompas.com.

Atas temuannya itu, tiga pelajar yang terdiri dari Yazid, Anggina Rafitri, dan Aysa Aurealya Maharani berhasil mendapat penghargaan dalam ajang kompetisi dari dalam maupun luar negeri.

Di Palangkaraya, berita tentang Titi Wati (37) perempuan obesitas juga menjadi sorotan publik.

Titi yang mengalami berat badan hingga 300 kilogram, membuatnya tidak bisa melakukan aktivitas secara normal.

Karena kegemukan, ia hanya dapat berbaring di kamar karena kakinya tidak kuat untuk menopang berat badannya yang terus membesar.

Sementara itu, mantri Patra Marinna Jauhari yang meninggal di pedalaman Papua juga menjadi perhatian pembaca.

Sebagai seorang tenaga medis, Patra meninggal cukup mengenaskan. Karena tidak mendapatkan perawatan medis saat terserang Malaria di Kampung Oya di Distrik Naikere.

Berikut peristiwa yang menjadi perhatian publik sepanjang tahun 2019.

1. Viral Bajakah penyembuh kanker

Ketiga siswa yang berhasil mengharumkan Indonesia melalui Karya Ilmiah Kayu Bajakah Penyembuh KankerKOMPAS.com/KURNIA TARIGAN Ketiga siswa yang berhasil mengharumkan Indonesia melalui Karya Ilmiah Kayu Bajakah Penyembuh Kanker

Tiga pelajar SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yaitu Yazid, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani berhasil menemukan obat penyembuh penyakit kanker.

Atas temuanya itu, mereka mendapat penghargaan medali emas dalam ajang kompetisi tingkat nasional maupun internasional. Yaitu di ajang Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Bandung dan World Invention Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan

Obat penyembuh kanker tersebut ditemukan dari akar batang pohon tunggal, atau dalam bahasa Dayak disebut Bajakah.

Informasi terkait manfaat dari Bajakah itu awalnya dari Yazid, karena keluarganya sering memanfaatkannya untuk menyembuhkan penyakit kanker.

Untuk memastikan informasi itu, mereka melakukan penelitian dan uji sampel dengan didampingi guru pembimbing.

Uji sampel dengan menggunakan media dua ekor tikus itu kemudian terbukti berhasil.

Tikus yang sudah terjangkit sel kanker berhasil disembuhkan setelah mengkonsumsi ramuan obat dari Bajakah.

“Kami memberikan dua penawar atau obat yang berbeda terhadap kedua mencit tersebut, satu mencit diberikan bawang dayak dalam bentuk cairan yang diminumkan, sementara satu satu ekornya diberi air rebusan yang berasal dari kayu bajakah tersebut. Setelah memasuki hari kelima puluh, mencit yang diberikan air penawar dari bawang dayak tewas, sementara mencit yang diberikan cairan kayu Bajakah tetap sehat, bahkan justru bisa berkembang biak," jelas Helita selaku guru pembimbing, Senin (12/8/2019).

Baca juga: Cerita Lengkap Siswa SMA Temukan Obat Penyembuh Kanker hingga Menangi Juara Dunia

2. Mantri Patra meninggal di pedalaman Papua

Prosesi Pemakaman Petugas Medis Patra Marinna Jauhari, di Pemakaman Umum, Wasior Kampung, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Senin (24/6/2019).gKompas.com/Budy Setiawan Prosesi Pemakaman Petugas Medis Patra Marinna Jauhari, di Pemakaman Umum, Wasior Kampung, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Senin (24/6/2019).g

Meninggalnya seorang petugas kesehatan, Patra Marinna Jauhari (28) saat bertugas di Teluk Wondama, Papua cukup menjadi perhatian publik.

Cerita bermula saat Patra mendapat tugas selama tiga bulan melayani kesehatan masyarakat di Kampung Oya pada Februari hingga Mei 2019. 

Kampung Oya merupakan daerah pedalaman yang berada di Distrik Naikere.

Setelah masa tugasnya selama tiga bulan habis, Patra dijanjikan akan dijemput menggunakan helikopter untuk kemudian diganti dengan petugas kesehatan lainnya.

Namun, setelah masa tugasnya habis helikopter yang dijanjikan untuk menjemput Patra di daerah pedalaman itu tak kunjung tiba.

Hingga kemudian, ia terserang malaria.

Dalam kondisi sakit itu, ia harus bertahan dengan kondisi tanpa bekal obat dan makanan.

Karena bekal yang diberikan sebelumnya telah habis digunakan saat masa tugas berlangsung.

Akibat tidak mendapatkan penanganan medis secara memadai, Patra akhirnya meninggal dunia pada Senin (17/6/2019).

Ironisnya, jenazah baru dievakuasi pada Sabtu (22/6/2019) oleh Pemda Nabire ke Wasior.

Baca juga: Kisah Mantri Patra, Meninggal dalam Kesendirian Saat Bertugas di Pedalaman Papua

3. Dokter Soeko meninggal saat kerusuhan Wamena

Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/9/2019). Antaranews Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/9/2019).

Peristiwa kerusuhan di Wamena yang terjadi pada 23 September 2019 menjadi keprihatinan berbagai pihak. Salah satunya dari dunia kesehatan Indonesia.

Pasalnya, dokter Soeko Marsetiyo (53) turut menjadi korban meninggal dalam peristiwa kerusuhan tersebut.

Dokter yang sudah mengabdikan diri selama lima belas tahun untuk melayani kesehatan masyarakat di Kabupaten Tolikara itu mengalami nasib nahas.

Karena saat kerusuhan pecah di Wamena itu, ia terjebak dalam kerumunan massa.

Hingga kemudian, ia ditemukan dalam kondisi sudah meninggal dan mengalami luka cukup serius. Di antaranya adalah luka bakar dan bacokan di kepala.

"Korban meninggal akibat cidera kepala berat dengan luka bacok di kepala bagian belakang dan luka bakar di bagian punggung, serta sudah ditemukan meninggal," ujar Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal, di Jayapura, Kamis (26/9/2019).

Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Fritz Ramandey menilai peristiwa kerusuhan di Wamena itu bukan sekedar kejahatan biasa. Karena kejahatan itu berakibat pada meninggalnya tenaga medis.

"Jadi, kalau ada kejahatan ditujukan kepada para guru, tenaga medis, ini kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan, karenanya ini kategorikan kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan," tutur dia.

Baca juga: Dokter Soeko Wafat Saat Terjebak Kerumunan Massa di Kerusuhan Wamena

4. Nikah muda, Dewi miliki 8 anak berkat jamu

Dewi Hartarti bersama suami dan delapan anaknya di Pangkal Pinang.Dokumentasi keluarga. Dewi Hartarti bersama suami dan delapan anaknya di Pangkal Pinang.

Di usianya relatif masih muda, Dewi Hartarti (31) warga Bukit Merapin, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung ini sudah memiliki delapan anak.

Meski demikian, ia tidak pernah mengeluh dan mengaku justru sangat menikmatinya.

Bahkan, di tengah kesibukannya mengurus anak itu ia masih bisa membuka usaha dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi

Badannya yang langsing dan tetap energik setelah melahirkan banyak anak itu menjadi perhatian banyak orang.

Dewi mengaku, cara menjaga stamina dan memiliki banyak anak itu lantaran rutin mengkonsumsi jamu racikan orangtuanya.

Dari cerita itu, kemudian banyak yang memesan jamu kepadanya. Peluang tersebut kemudian dimanfaatkan Dewi untuk membesarkan bisnis jamunya.

"Ada yang memesan untuk kesuburan, datang bulan maupun untuk keputihan. Selain itu ada juga jamu yang untuk kebugaran," ujar Dewi yang merupakan lulusan Ilmu Hukum itu.

Bisnis jamunya itu kemudian berkembang pesat. Pesanan yang tak hanya datang dari pelanggan dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Karena tingginya permintaan itu, ia mengaku omsetnya telah mencapai Rp 70 juta per bulan.

Baca juga: Kisah Dewi, Nikah Muda Lahirkan 8 Anak karena Jamu, Akhirnya Jadi Usaha Beromzet Puluhan Juta

5. Satia, bocah obesitas asal Karawang meninggal dunia

Satia Putra, bocah tujuh tahun dengan berat 97 kilogram asal Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang bersama ayahnya, Sarli, Senin (1/7/2019).KOMPAS.com/FARIDA Satia Putra, bocah tujuh tahun dengan berat 97 kilogram asal Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang bersama ayahnya, Sarli, Senin (1/7/2019).

Satia Patra (7), bocah asal Karawang ini memiliki berat badan hingga 110 kilogram.

Bocah itu mengalami kegemukan atau obesitas setelah melakukan khitan di usia tiga tahun.

Namun demikian, kegemukan yang terjadi pada Satia bukan lantaran proses khitan, melainkan akibat pola makannya yang berlebihan dan jarang bergerak.

Sehingga, Satia mengalami lonjakan berat badan cukup signifikan di usia tersebut.

Karena kegemukannya sudah mengkhawatirkan, Satia dirujuk ke RSUD Karawang untuk melakukan cek kesehatan pada Rabu (3/7/2019).

Dalam pemeriksaan itu, diketahui berat badan Satia mencapai 101 kilogram.

Namun demikian, dalam observasi yang dilakukan pihak rumah sakit, Satia hanya mengalami obesitas akibat pola makan. Sedangkan kondisi lainnya, dianggap masih wajar.

"Hasil awal hanya mengalami kegemukan. Tensi dan lainnya wajar," kata Wakil Bupati Karawang Ahmad Zamasyari yang turut membujuk Satia ke RS.

Sementara itu, Komariah (40), ibu Satia berharap dokter yang menangani bisa memberikan obat penurun nafsu makan.

Sebab, nafsu makan satia dianggap cukup tinggi dan sulit dikendalikan.

"Barangkali kalau dikasih obat mah saya bisa sedikit-sedikit mengatur," kata Komariah, Kamis (4/7/2019).

Putra dari pasangan Sarli (50) dan Komariah (40) itu kemudian meninggal pada Sabtu (28/9/2019), setelah sebelumnya mendapat perawatan di Puskesmas karena sakit batuk dan sesak napas.

Baca juga: Mengenang Satia Putra, Bocah Obesitas dengan Berat 110 Kg Asal Karawang

6. Polisi bantu ibu melahirkan di pinggir jalan

Ipda BJ Handoko (kiri) saat membantu proses persalinan warga di pinggir jalan yang ada di kawasan hutan.Dok. Polres Bononegoro Ipda BJ Handoko (kiri) saat membantu proses persalinan warga di pinggir jalan yang ada di kawasan hutan.

Ipda BJ Handoko, Kanit Bina Masyarakat (Binmas) Polsek Gondang berhasil menyelamatkan seorang perempuan yang tengah melahirkan di pinggir jalan.

Handoko terpaksa membantu perempuan yang sedang melahirkan itu karena kondisinya sedang darurat.

Cerita itu bermula saat Handoko sedang melintas di pinggir jalan kawasan hutan RPH Sugihan BKPH, Tretes KPH Bojonegoro.

Di lokasi itu, ia melihat ada perempuan yang sedang kesakitan ingin melahirkan.

Setelah diperiksa, posisi kepala bayi sudah keluar dan belum ada pertolongan medis.

Meski Handoko tidak memiliki keahlian medis dalam persalinan, namun ia memberanikan diri untuk menolong persalinan Astri Sulistyoningsih (32), warga Dusun Puguh Rejo, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Bojonegoro, Jawa Timur tersebut.

"Benar mas, kejadiannya itu kemarin Jumat sekitar pukul 07.30 WIB setelah Ipda Handoko melaksanakan kegiatan sapa pagi di pertigaan Betek," ujar Kasubag Humas Polres Bojonegoro AKP Sri Ismawati saat dihubungi, Sabtu (7/12/2019).

Berkat pertolongan Handoko, Ibu dan anak yang sedang melahirkan itu berhasil selamat.

Baca juga: Kisah Ipda Handoko, Polisi yang Bantu Seorang Ibu Melahirkan di Pinggir Jalan

7. Titi Wati, wanita obesitas asal Palangkaraya

Titi Wati saat makan sesuai dengan jenis dan jumlah asupan yang sudah ditentukan oleh tim medis ahli gizi.KOMPAS.com/KURNIA TARIGAN Titi Wati saat makan sesuai dengan jenis dan jumlah asupan yang sudah ditentukan oleh tim medis ahli gizi.

Titi wati (37), perempuan asal Palangkaraya, Kalimantan Tengah mengalami obesitas.

Pada 2011, Titi mengaku saat ditimbang berat badannya hanya di angka 167 kilogram. Namun, tujuh tahun berselang berat badannya melonjak drastis hingga mencapai 300 kilogram.

Karena kegemukan itu, Titi mengaku tidak dapat melakukan aktivitas seperti kondisi normal sebelumnya.

Pasalnya, akibat kegemukannya itu kaki Titi sudah tidak mampu menopang berat badannya yang terus membesar. Untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari, ia dibantu oleh anak dan suami.

“Sejak tahun 2013 itu saya sudah tidak bisa beraktivitas lagi, hanya bisa di rumah saja, diurus anak saya,” kata Titi, Senin (12/1/2019).

Kondisi kegemukan Titi semakin mengkhawatirkan. Namun, untuk berobat Titi tidak memiliki biaya, karena penghasilan suami yang terbatas.

Hingga kemudian, Titi mendapatkan tawaran operasi saluran pencernaan secara gratis oleh Rumah Sakit Doris Sylvanus Palangkaraya.

Dalam menangani operasi Titi, rumah sakit itu bekerjasama dengan dokter spesialis dari Rumah sakit Udayana, Denpasar, Bali.

Baca juga: 7 Hari Pasca-operasi, Titi Wati Si Wanita Obesitas Dirawat di Rumah

8. Perempun di Bali nekat melahirkan di lapangan

Ilustrasi seorang suami membantu istrinya melahirkan.Thinkstock Ilustrasi seorang suami membantu istrinya melahirkan.

Karina Lisiana (35) didampingi anak lelakinya yang masih berusia 4 tahun terpaksa melahirkan di tanah lapang.

Ia melahirkan di lokasi itu karena tidak memiliki biaya persalinan di rumah sakit.

Warga yang mengetahui perempuan tersebut sontak kaget, dan langsung melaporkan kejadian itu kepada Polres Badung, Bali, Sabtu (11/5/2019) malam.

Mendapat informasi tersebut, polisi langsung melakukan evakuasi dengan ambulans dan mengantarkan perempuan tersebut ke Puskesmas Mengwi.

“Ini kemanusiaan dan ini pula tugas kami selaku pengayom masyarakat. Terima kasih saya ucapkan kepada masyarakat yang telah memberikan informasi, sehingga bayi dan ibunya dapat kita selamatkan,” ungkap Iptu Sujana.

Karena kondisi ibu dan anak perlu mendapatkan perawatan secara intensif setelah melahirkan, akhirnya mereka dirujuk ke RSD Mangusada.

“Pasien masih mengalami perawatan intensif. Bahkan belum bisa diajak berbicara banyak, karena mengalami pendarahan yang cukup serius,” jelas Kepala Bidang Pelayanan RSD Mangusada Kabupaten Badung, dr Made Nurija, yang ditemui Senin (13/5/2019).

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis:Rachmawati, Kurnia Tarigan, Hamzah Arfah, Farida Farhan, Heru Dahnur, Dhias Suwandi, Michael Hangga Wismabrata, | Editor:Rachmawati, Caroline Damanik, Farid Assifa, David Oliver Purba, Robertus Belarminus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com