Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KALEIDOSKOP 2019: Viral Bajakah, Titi Wati Alami Obesitas, hingga Mantri Patra Meninggal di Papua

Kompas.com - 31/12/2019, 20:00 WIB
Setyo Puji

Editor

Pasalnya, dokter Soeko Marsetiyo (53) turut menjadi korban meninggal dalam peristiwa kerusuhan tersebut.

Dokter yang sudah mengabdikan diri selama lima belas tahun untuk melayani kesehatan masyarakat di Kabupaten Tolikara itu mengalami nasib nahas.

Karena saat kerusuhan pecah di Wamena itu, ia terjebak dalam kerumunan massa.

Hingga kemudian, ia ditemukan dalam kondisi sudah meninggal dan mengalami luka cukup serius. Di antaranya adalah luka bakar dan bacokan di kepala.

"Korban meninggal akibat cidera kepala berat dengan luka bacok di kepala bagian belakang dan luka bakar di bagian punggung, serta sudah ditemukan meninggal," ujar Kabid Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal, di Jayapura, Kamis (26/9/2019).

Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Fritz Ramandey menilai peristiwa kerusuhan di Wamena itu bukan sekedar kejahatan biasa. Karena kejahatan itu berakibat pada meninggalnya tenaga medis.

"Jadi, kalau ada kejahatan ditujukan kepada para guru, tenaga medis, ini kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan, karenanya ini kategorikan kejahatan terhadap pekerja kemanusiaan," tutur dia.

Baca juga: Dokter Soeko Wafat Saat Terjebak Kerumunan Massa di Kerusuhan Wamena

4. Nikah muda, Dewi miliki 8 anak berkat jamu

Di usianya relatif masih muda, Dewi Hartarti (31) warga Bukit Merapin, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung ini sudah memiliki delapan anak.

Meski demikian, ia tidak pernah mengeluh dan mengaku justru sangat menikmatinya.

Bahkan, di tengah kesibukannya mengurus anak itu ia masih bisa membuka usaha dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi

Badannya yang langsing dan tetap energik setelah melahirkan banyak anak itu menjadi perhatian banyak orang.

Dewi mengaku, cara menjaga stamina dan memiliki banyak anak itu lantaran rutin mengkonsumsi jamu racikan orangtuanya.

Dari cerita itu, kemudian banyak yang memesan jamu kepadanya. Peluang tersebut kemudian dimanfaatkan Dewi untuk membesarkan bisnis jamunya.

"Ada yang memesan untuk kesuburan, datang bulan maupun untuk keputihan. Selain itu ada juga jamu yang untuk kebugaran," ujar Dewi yang merupakan lulusan Ilmu Hukum itu.

Bisnis jamunya itu kemudian berkembang pesat. Pesanan yang tak hanya datang dari pelanggan dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Karena tingginya permintaan itu, ia mengaku omsetnya telah mencapai Rp 70 juta per bulan.

Baca juga: Kisah Dewi, Nikah Muda Lahirkan 8 Anak karena Jamu, Akhirnya Jadi Usaha Beromzet Puluhan Juta

5. Satia, bocah obesitas asal Karawang meninggal dunia

Satia Putra, bocah tujuh tahun dengan berat 97 kilogram asal Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang bersama ayahnya, Sarli, Senin (1/7/2019).KOMPAS.com/FARIDA Satia Putra, bocah tujuh tahun dengan berat 97 kilogram asal Kampung Cilempung, Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang bersama ayahnya, Sarli, Senin (1/7/2019).

Satia Patra (7), bocah asal Karawang ini memiliki berat badan hingga 110 kilogram.

Bocah itu mengalami kegemukan atau obesitas setelah melakukan khitan di usia tiga tahun.

Namun demikian, kegemukan yang terjadi pada Satia bukan lantaran proses khitan, melainkan akibat pola makannya yang berlebihan dan jarang bergerak.

Sehingga, Satia mengalami lonjakan berat badan cukup signifikan di usia tersebut.

Karena kegemukannya sudah mengkhawatirkan, Satia dirujuk ke RSUD Karawang untuk melakukan cek kesehatan pada Rabu (3/7/2019).

Dalam pemeriksaan itu, diketahui berat badan Satia mencapai 101 kilogram.

Namun demikian, dalam observasi yang dilakukan pihak rumah sakit, Satia hanya mengalami obesitas akibat pola makan. Sedangkan kondisi lainnya, dianggap masih wajar.

"Hasil awal hanya mengalami kegemukan. Tensi dan lainnya wajar," kata Wakil Bupati Karawang Ahmad Zamasyari yang turut membujuk Satia ke RS.

Sementara itu, Komariah (40), ibu Satia berharap dokter yang menangani bisa memberikan obat penurun nafsu makan.

Sebab, nafsu makan satia dianggap cukup tinggi dan sulit dikendalikan.

"Barangkali kalau dikasih obat mah saya bisa sedikit-sedikit mengatur," kata Komariah, Kamis (4/7/2019).

Putra dari pasangan Sarli (50) dan Komariah (40) itu kemudian meninggal pada Sabtu (28/9/2019), setelah sebelumnya mendapat perawatan di Puskesmas karena sakit batuk dan sesak napas.

Baca juga: Mengenang Satia Putra, Bocah Obesitas dengan Berat 110 Kg Asal Karawang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com