Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Konflik di Nduga Papua, Ribuan Warga Mengungsi hingga Wakil Bupati Mengundurkan Diri

Kompas.com - 31/12/2019, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Awal Desember 2019. Puluhan pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga tewas dibantai oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KBB).

Jembatan yang menghubungkan Kali Yogi dan Kali Aorak adalah bagian dari proyek infrastruktur Trans Papua yang berada di ruas Wamena-Nduga-Batas Batu-Mamugu.

Tercatat 20 orang tewas saat pembantaian tersebut yakni 19 pekerja dan satu TNI. Pembantaian tersebut menjadi salah satu pemicu konflik di Nduga Papua selama setahun terakhir.

Baca juga: Pengungsi Nduga Papua, Melahirkan di Tengah Konflik Senjata dan Sang Anak Diberi Nama Pengungsi

Akibat pembantaian tersebut, proyek Trans Papua yang dikerjakan sejak akhir 2016 dihentikan.

Kala itu Kodam XVII/Cendrawasih menegaskan Kelompok Kriminal Sipil Bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya bertanggung jawab atas pembantaian di Nduga.

Baca juga: Bupati Minta Semua Pasukan Ditarik dari Nduga, Ini Pernyataan TNI

 

Ribuan warga mengungsi

Warga Nduga dalam pelarian di hutan, menghindari kontak senjata antara TNI/Polri dan kelompok bersenjata / Jurnalis Warga Noken dok BBC Indonesia Warga Nduga dalam pelarian di hutan, menghindari kontak senjata antara TNI/Polri dan kelompok bersenjata / Jurnalis Warga Noken
Ribuan warga Nduga memilih mengungsi menyusul operasi militer yang dilakukan awal Desember 2018 untuk mengejar tersangka pembunuh proyek Trans Ppaua.

Pengungsi- pengungsi tersebut terjepit di tengah krisis berkepanjangan akibat kontak senjata antara TNI/Polri dan kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Salah satu pengungsi adalah Angelina Gwijangge, warga dari distrik Yigi di Kabupaten Nduga.

Ia memilih mengungsi dan sempat tinggal di hutan hingga akhirnya menumpang di rumah kerabatnya di Wamena, Kabupaten Jayawijaya selama berbulan-bulan.

Baca juga: Konflik Bersenjata, Pendidikan 700-an Anak Pengungsi Nduga di Papua Terbengkalai

"Tidak ada apa-apa di noken, di tangan, tidak ada punya apa-apa. Tuhan yang kasih makan ke saya, menjamin saya. Tuhan yang kasih, jadi anak-anak yang menjamin makanan saya," tutur Angelina kepada BBC Indonesia, Rabu (31/7/2019).

Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik di Wamena, Lanijaya, dan Asmat. Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal.

Angka ini jauh di bawah data yang dihimpun oleh Tim Solidaritas untuk Nduga, yang mencatat sedikitnya 5.000 warga Nduga kini mengungsi dan 139 di antara mereka meninggal dunia.

Baca juga: Mandek Setahun, Proyek Trans-Papua di Nduga Akan Diselesaikan oleh TNI

Data relawan menyebut pengungsi di Wamena tersebar di sekitar 40 titik. Kebanyakan dari mereka tinggal menumpang di rumah kerabat.

Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang.

Menurut peneliti Marthinus Academy, Hipolitus Wangge, sebagian besar dari pengungsi menumpang di rumah kerabat karena mereka tidak memiliki tempat penampungan.

"Dari awal pemerintah Kabupaten Nduga dan Kabupaten Jayawijaya tidak menyiapkan tempat khusus untuk para pengungsi yang berjumlah sekitar 5.200-an ini," ujarnya.

"Pengungsi internal ini tidak direlokasi di tempat yang khusus sehingga mereka harus tinggal di rumah warga. Beberapa di antara mereka membangun rumah semi permanen karena mereka tidak bisa tinggal di rumah yang sama dan dalam satu rumah itu tinggal beberapa kepala keluarga," kata dia.

Baca juga: Kronologi TNI Kontak Senjata dengan KKB di Nduga Papua

 

Ratusan siswa terlantar

Dengan material seadanya, sekolah darurat dibangun Februari silam. Sepekan setelah dibangun, anak-anak pengungsi mulai bersekolah. Jurnalis Warga Dengan material seadanya, sekolah darurat dibangun Februari silam. Sepekan setelah dibangun, anak-anak pengungsi mulai bersekolah.
Sementara itu pada 1 Februari 2019, bangunan semipermanen dibangun di halaman Gereja Weneroma Wanena untuk 723 anak pengungsi Nduga.

Awalnya, sekolah darurat menampung sekitar 320 anak sekolah dari 10 SD, empat SMP, dan satu SMA di 16 titik di Kabupaten Nduga.

Seiring berjalannya waktu, jumlah pengungsi kian bertambah. Jumlah terakhir anak pengungsi Nduga pad awal Agustus 2019 yang menempuh pendidikan di sekolah darurat mencapai 723 siswa.

"Jumlah itu kita tampung di sekolah darurat, apa adanya, kita punya sepuluh kelas di sekolah darurat ditambah tiga ruangan dari gedung sekolah minggu yang kita pinjam dari gereja," ungkap Koordinator relawan pengungsi Nduga dari Yayasan Teratai Hati Papua, Ence Geong, kepada BBC News Indonesia, Kamis (1/8/2019).

Baca juga: Kapolda dan Pangdam ke Nduga, Bupati Minta Maaf

John Jonga, anggota Tim Kemanusiaan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Nduga menyatakan 182 pengungsi meninggal di tengah lonflik bersenjata di Papua.

pengungsi yang meninggal - sebagian besar perempuan berjumlah 113 orang - adalah akibat kedinginan, lapar dan sakit.

"Anak-anak ini tidak bisa tahan dingin dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam yang bisa dimakan, mereka makan," kata  John Jonga saat merilis hasil temuannya di Jakarta, Rabu (14/8/2019)

"Ini sudah tingkat pelanggaran kemanusiaan terlalu dahsyat. Ini bencana besar untuk Indonesia sebenarnya, tapi di Jakarta santai-santai saja," tambahnya.

Baca juga: 182 Orang Disebut Jadi Korban Jiwa Konflik di Nduga

Jubiana dan ketiga anaknya yang masih kecil harus berjibaku dengan cuaca dingin pegunungan dok BBC Indonesia Jubiana dan ketiga anaknya yang masih kecil harus berjibaku dengan cuaca dingin pegunungan
Sementara itu dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 19 Oktober 2019, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada lima warga Papua yang diduga tewas akibat konflik di Kabupaten Nduga berdasarkan laporan yang diterima saat Komnas HAM mengunjungi Papua pada 13-17 Oktober 2019.

"Pengadu melapor kepada kami saat Komnas HAM ke Papua. Pengadu sudah cek ke lapangan, lima orang ini diduga tewas dan sudah dikebumikan di wilayah Mbua, Kabupaten Nduga. Ada kemungkinan mereka adalah pengungsi dari konflik di Nduga Desember 2018 lalu," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (18/10/2019).

Baca juga: Kapuspen: Pasukan TNI di Nduga Bukan untuk Menakuti Rakyat

Beka menjelaskan, dari informasi yang dihimpun oleh Komnas HAM dan laporan dari pengadu, lima orang tersebut tewas diduga dibunuh oleh tentara.

Namun informasi tersebut belum 100 persen terkonfimasi karena belum ada verifikasi dari aparat keamanan di Papua.

"Informasinya dibunuh tentara. Tetapi ini juga harus dipastikan kembali dan kami meminta kerja sama Pangdam (Panglima Komando Daerah Militer) kalau ada pengaduan yang masuk," ujar Beka.

"Pangdam juga berkomitmen apabila ada pengaduan, mereka akan menyelidiki dan menyiapkan tim hukum," tuturnya.

Baca juga: Jumlah Pengungsi Konflik di Nduga Capai 8.000 Jiwa

 

Wakil Bupati Nduga mengundurkan diri

Wakil Bupati Nduga, Wentius NemianggeIstimewa Wakil Bupati Nduga, Wentius Nemiangge
Konflik terusr bergulir dan tidak sedikit memakan korban meninggal baik dari warga, personel keamanan, hingga anggota KKB.

Salah satu korban tewas adalah Hendrik Lokbere, sopir sekaligus ajudan Wakil Bupati Nduga, Wentius Nemiangge.

Sang sopir disebut tertembak saat melitas di Kampung Yosema, Distrik Kenyam, Nduga pada 20 Desember 2019.

Padahal saat itu kondisi wilayah tersebut sedang kondusif dan tidak ada kontak senjara antara aparat keamanan dengan kelompok sipil bersenjata.

Baca juga: Wakil Bupati Nduga Mengundurkan Diri, Kemendagri: Itu Hak

Akibat kejadian itu, sang Wakil Bupati Nduga mengaku terpukul dan menyatakan mundur dari jabatannya pada 24 Desember 2019 di Bandara Kenyam.

"Tidak ada kontak senjata, itu di tengah jalan dia dapat tembak," kata Wentius yang mengaku sedang berada di Distrik Kenyam, saat dihubungi, Jumat (27/12/2019).

Saat mengetahui sopirnya tewas, Wentius melepaskan seragam wakil bupati di samping jenazah Hendrik.

"Saya kecewa terus, lebih baik saya (jadi) masyarakat biasa dari pada saya pusing terus," sebut Wentius.

Baca juga: Hingga Senin, Kemendagri Belum Terima Surat Pengunduran Diri Wakil Bupati Nduga

Dengan ia mengundurkan diri, Wentius berharap pihak-pihak yang bertikai sadar sudah banyak rakyat menjadi korban konflik bersenjata di Nduga.

"(Pemerintah) harus perhatikan dulu masalah ini karena rakyat terus jadi korban. OPM juga tidak mau kalah, anggota terus bertambah, rakyat yang korban," katanya.

Wentius juga meminta Presiden Joko Widodo berkunjung ke Nduga untuk menuntaskan konflik. "Pokoknya Jokowi harus turun tanggung jawab," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: John Roy Purba, Christoforus Ristianto, Dhias Suwandi | Editor : Farid Assifa, Rachmawati, Bayu Galih, Teuku Muhammad Valdy Arief)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com