Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IV Desak Evaluasi RTRW Atasi Konflik Manusia dan Hewan

Kompas.com - 30/12/2019, 13:09 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Komisi IV DPR RI mendorong pemerintah mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengatasi konflik antara manusia dan hewan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi berpendapat evalusi RTRW sangat penting dilakukan secara serentak dari pusat ke daerah. Termasuk melihat wilayah-wilayah mana yang perlu dirambah.

"Kita harus bisa menghitung dari sekarang, berapa luasan untuk harimau, buaya dan hewan lain," katanya.

Ia juga bakal mendorong Kementerian ATR/BPN mengambil langkah komprehensif dan mengkaji secara mendalam tentang konservasi sumber daya alam yang harus segera diselamatkan.

"Karena ada kecemasan saya dalam jangka panjang, kalau di habitat mereka semakin mati, kita nanti punya apa," katanya.

Baca juga: Pantau Harimau Berkeliaran di Dekat Permukiman Warga, BKSDA Pasang Kamera Penjebak

Sebab, menurut Dedi, konflik harimau atau buaya dengan manusia tak bisa diatasi dengan cara represif dan temporer.

Masalah ini harus antisipasi untuk jangka panjang. Penangkapan terhadap harimau misalnya, tak akan menyelesaikan masalah. Bahkan bisa jadi memperparah.

"Dalam pandangan saya, sikap reresif akan menimbulkan dendam bagi harimau dan manusia," katanya.

Hewan-hewan itu harus selamat saat ditangkap dan dikembalikan ke habitat mereka. Rantai makanan mereka juga harus segera dipulihkan.

Dedi menyebut Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA) baik nabati maupun hayati. Jika itu tak dijaga, bukan tidak mungkin kekayaan itu akan hilang.

Sumber daya alam (SDA), kata dia, harus dijaga untuk menjamin kedaulatan pangan dalam jangka panjang, sehingga bangsa Indonesia tidak bisa didikte oleh negara lain. Misalnya ketika diembargo misalnya, kita masih survive.

"Berbeda dengan negara di jazirah Arab, sebanyak apa pun uang kita, ketika negara lain melakukan embargo suplai makanan, kita akan mati," katanya.

Jika ekosistem hutan, laut, sungai, sawah, lembah, dan rawa hilang manusia akan bergantung pada makanan produk industri. Jika itu terjadi kekuatan daya tahan masyarakat akan menurun.

Sebab, secara tak langsung alam memberikan sumbangsih bagi kehidupan manusia. Termasuk rantai makanan dan ketahanan ekonomi. Para petani, nelayan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan memiliki daya tahan alam.

"Itu sumbangsihnya bisa ribuan triliun rupiah setiap tahun," ungkapnya.

Contohnya, kata dia, misalnya seorang petani mengganti lauk pauk yang dikonsumsi. Daging dan ikan diganti dengan belut sawah, tutut, dan ikan sungai.

Baca juga: Korban Diterkam Harimau Kembali Bertambah, 5 Orang Tewas di Sumatera Selatan

 

Kemudian sayur-mayur yang biasa beli di pasar dengan memetik daun-daunan di lingkungan sendiri.

"Kalau ada paling kecil Rp 50.000 dalam setiap hari dan ada 10 juta masyarakat yang hidup di pedesaan, berapa triliun uang petani yang disubsidi oleh alam?" katanya.

Orang desa zaman dulu juga bisa bertahan hidup meski mempunyai banyak anak tanpa menjual sawah. Mereka bahkan bisa menyekolahkan anak-anaknya dengan menggarap sawah.

"Itu karena sumbangsih alam," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com