Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Saepudin, ODGJ yang Tergigit Ular Kobra: Bertahan di Rumah karena Tak Ada Biaya

Kompas.com - 30/12/2019, 08:29 WIB
Reni Susanti,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Saepudin (48) duduk di sebuah kursi. Tangan kanannya sibuk mengusir lalat yang menghinggapi luka di kakinya yang bengkak.

Sejak digigit ular kobra tiga pekan lalu, Saepudin terpenjara dalam rumah. Ia tak bisa beraktivitas karena kaki kanannya membengkak, kemudian timbul luka yang parah pada bekas gigitan.

Luka tersebut makin lama menyebar ke kaki sebelah kiri, paha, hingga perut. Rasanya luar biasa sakit dan terkadang diiringi rasa panas. Saepudin hanya tidak merasakan sakit saat sedang tidur.

“Tiga minggu lalu mancing di sepanjang selokan. Pas di irigasi dia hampir menginjak ular berwarna hitam,” ujar Yanti (37), adik Saepudin kepada Kompas.com di rumahnya, Kampung Sukatengah, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Minggu (29/12/2019).

Baca juga: Viral Kucing Peliharaan Pukul Ular Kobra, Pemilik: Kepalanya Digigit Sampai Mati

Yanti menjelaskan, saat akan menginjak, ular tersebut bereaksi membentuk sendok kemudian menggigit dan memuntahkan bisa di kaki Saepudin.

Ia tidak mengetahui seberapa dalam gigitan ular korbra tersebut. Namun bisa yang dimuntahkan cukup banyak.

Setelah digigit, Saepudin berinisiatif mengikat luka dan pulang ke rumah. Saat itu, ia tak banyak bercerita kepada keluarga bahkan tak pernah mengeluh.

Hingga akhirnya keluarga heran dengan kondisi kaki Saepudin yang menjadi bengkak, kering, kemudian timbul luka kecil-kecil seperti kena knalpot panas yang berujung dengan luka parah disertai nanah.

Saat ditanya, baru Saepudin bercerita bahwa dia tergigit ular kobra sebesar ibu jari kakinya. Namun karena tidak ada uang mereka tidak membawa Saepudin ke dokter ataupun rumah sakit.

“Mau ke puskesmas juga ga ada uang. Jadi lukanya diobati pake minyak biar ga tambah parah,” tuturnya sambil mengatakan kini pihak RW tengah mengurus BPJS PBI agar Saepudin segera dibawa ke rumah sakit.

Kemiskinan

Sehari-hari, Saepudin tinggal berdua bersama ibunya, Wariah Winangsih (74) di rumah bekas peninggalan almarhum ayahnya.

Rumah beralaskan keramik putih itu hanya berisi rak hitam yang sudah kusam dan rusak, satu set kursi usang, dan satu buah televisi.

Yanti mengatakan, dulu Saepudin yang lulusan PGA (setingkat SMA) sempat bekerja. Dia menjadi guru honorer kemudian pindah bekerja di sebuah pabrik di Cimindi, Cimahi.

Namun ia menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Sejak saat itu ia tidak bekerja karena sakit.

“Kakak saya ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) karena nggak bisa jadi PNS. Sejak sakit dia nggak bekerja. Paling dia mancing, nyari ikan untuk teman makan,” tuturnya.

Sepeninggal sang ayah yang menjadi pensiunan guru, kehidupan Saepudin bertumpu pada ibunya yang juga tidak memiliki penghasilan.

Baca juga: Komentar Warga Cadas Pangeran soal 2 King Kobra Jatuh dari Pohon

Keduanya mengandalkan uang pensiun Rp 1,2 juta per bulan. Namun karena memiliki utang bekas sang ayah saat meninggal, uang pensiun tersebut dipotong hingga tersisa Rp 600.000 per bulan.

Uang tersebut, sambung Yanti, tak cukup. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ibunya menjual sawah warisan yang tidak banyak.

“Dijual sedikit demi sedikit untuk makan. Ayeunamah serangna tos seep (sekarang sawahnya sudah habis). Kadang saya yang membantu makanan ibu dan kakak saya,” ungkap lulusan SMP ini.

Kondisi itu pula yang membuat keluarganya tak membawa Saepudin ke rumah sakit. Keluarga menunggu BPJS PBI, baru ke rumah sakit.

“Waktu itu pernah bertanya kenapa nggak dapat BPJS, mereka bilang masa keluarga PNS dapat BPJS. Padahal kan yang ditanggung Askes hanya ibu,” tuturnya.

Ketua RW 03 Kampung Sukatengah, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, , Jalaludin mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak puskesmas. Pihaknya akan segera membawa Sepudin ke pelayanan kesehatan.

Salah penanganan

Peneliti dari Pusat Studi Komunikasi Lingkungan (Pusdikomling) Universitas Padjadjaran (Unpad), Herlina Agustin mengatakan sudah melihat luka bekas gigitan ular di kaki Saepudin.

Luka tersebut harus segera ditangani untuk menghindari pembusukan. Seperti kasus serupa di KBB tahun 2018.

Saat itu, anak kelas 4 SD digigit ular. Karena tidak mendapatkan perawatan yang baik, luka anak tersebut busuk hingga tinggal tengkorak dan diamputasi.

“Masih banyak orang yang belum paham bagaimana cara menangani luka gigitan ular,” tutur Herlina.

Misal, masih ada yang mengikat bagian tubuh yang tergigit ular. Padahal, cara tersebut tidak membantu penyebaran bisa ular malah memperburuk keadaan karena darah menjadi tidak mengalir.

“Bisa ular menyebar lewat kelenjar getah bening. Jadi kalaupun diikat agar darah tidak mengalir, bisa ular tetap menyebar,” tuturnya.

Ada pula pemahaman di masyarakat untuk mengisap bisa dari luka gigitan ular atau menyobek lukanya. Hal itu menurut WHO tidak diperbolehkan.

Baca juga: Detik-detik King Kobra Jatuh dari Pohon di Cadas Pangeran Sumedang

Jika ada yang terkena gigitan ular, harus dilakukan imobilisasi. Korban juga tidak boleh banyak bergerak, kemudian segera dibawa ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat.

“Bukan hanya masyarakat, petugas medis pun tidak semuanya memiliki pengetahuan tentang ular. Karena beda ular, beda penanganan,” ungkapnya.

Pernah ada kasus di salah satu rumah sakit, korban yang digigit ular phiton diberi serum anti-bisa ular. Akibatnya pasien mengalami alergi dan bengkak.

“Pemecahan masalah ular ini harus menyeluruh,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com