Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jemaat Katolik di Dharmasraya Dilarang Rayakan Natal Bersama: Kami Akan Patuh...

Kompas.com - 21/12/2019, 14:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sejumlah umat Katolik di Dharmasraya, Sumatera Barat, tidak dapat merayakan Natal secara bersama-sama karena sebuah aturan.

Mereka tidak diizinkan menggelar misa dan perayaan Natal oleh pemerintah Nagari Sikabau (setingkat desa) di rumah ibadah sementara.

Karena aturan tersebut, 40 umat Katolik di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, memutuskan tidak akan merayakan Natal tahun ini.

Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Dharmasraya telah menawarkan fasilitas kendaraan agar mereka dapat melakukan misa di gereja di Kota Sawahlunto atau tempat lain, tetapi umat menolaknya.

"Walaupun hati kami menangis, kami akan patuh. Cuma sampai kapan pemerintah akan memperlakukan kami seperti itu? Tawaran pemerintah seperti transportasi sudah kami sosialisasikan, kata umat tidak usahlah mengadakan ibadah, mungkin ini ujian untuk kita," kata Maradu Lubis, Ketua Stasi Jorong Kampung Baru dilansir dari BBC News Indonesia.

Baca juga: Disebut Larang Perayaan Natal, Pemkab Dharmasraya dan Sijunjung Sumbar Membantah

 

Ibadah di rumah

IlustrasiANNECORDON Ilustrasi
Pada awal Desember 2019 Maradu Lubis mengajukan izin agar dapat melakukan ibadah dan perayaan Natal di rumah singgah Katolik di Kampung Baru.

Namun, Wali Nagari tidak memberikan izin dan melaporkan surat penolakan warga dua tahun sebelumnya yang dianggap belum dicabut.

Surat penolakan itu dikeluarkan pada 22 Desember 2017. Kala itu Wali Nagari Sikabau mengirimkan surat pemberitahuan kepada Maradu Lubis yang isinya tidak mengizinkan perayaan Natal 2017 dan tidak mengizinkan perayaan tahun baru 2018 di Jorong Kampung Baru dan di wilayah Nagari Sikabau.

Baca juga: 2 Kabupaten Sumbar Melarang Perayaan Natal, Dibantah Pemkab hingga Umat Ibadah di Rumah Pribadi

Selain itu, juga dilampirkan surat pernyataan bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat Nagari Sikabau. Surat tersebut melarang umat Kristiani melaksanakan perayaan agamanya secara terbuka, sekaligus melarang melaksanakan ibadah secara terbuka di rumah dan di tempat lain di Kenagarian Sikabau.

Isi surat itu juga memperingatkan jika umat Kristen tidak mengindahkan pemberitahuan dan pernyataan Pemerintah Nagari, ninik mamak, tokoh masyarakat, dan pemuda Nagari Sikabauakan akan memberikan tindakan tegas.

Umat Katolik hanya boleh melaksanakan ibadah di rumah masing-masing serta tidak mengundang umat Kristen lainnya.

Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Petugas Temukan Banyak Kendaraan Tak Layak Jalan

Saat ini ada 40 orang Katolik, atau 10 keluarga, Katolik di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau. Setiap tahun mereka menyelenggarakan misa Natal di Gereja Santa Barbara di Kota Sawahlunto, sekitar 120 kilometer dari tempat tinggal mereka. Mereka juga tidak berani melakukan misa Minggu secara terbuka di rumah warga yang dijadikan rumah singgah.

"Saya tidak minta yang muluk-muluk, beribadah di rumah saja, bisa itu sudah lebih daripada cukup. Berpindah-pindah pun kami dari rumah ke rumah asalkan boleh sekali seminggu untuk merayakan ibadah," kata Maradu.

Trisila Lubis (56 tahun), pemilik Rumah Singgah Katolik di Jorong Kampung Baru, mengatakan selama ini setiap Minggu umat Katolik di Jorong Kampung Baru beribadah di rumahnya.

Baca juga: Jelang Natal, Pasokan Listrik untuk 17 Gereja di Sumbar Diprioritaskan

Sebelumnya pada akhir 1999 sebuah rumah yang mereka beli untuk gereja dibakar warga dengan alasan tidak ada izin. Umat Katolik akhirnya setiap Minggu misa di rumah mereka sendiri.

"Pada 2010 saya minta kepada Pak Wali Nagari agar kami diizinkan beribadah di rumah saya. Karena diizinkan, kami mulai. Awalnya di ruang tamu saya, lalu baru pada 2017 saya buat ruangan menempel dengan rumah saya sebagai rumah singgah," kata Trisila Lubis.

Guru sekolah dasar tersebut juga memanfaatkan rumah singgah untuk memberi les tambahan kepada siswanya dan pendidikan Katolik bagi anak-anak yang beragama Katolik. Setiap hari Minggu umat Katolik juga mengadakan misa secara diam-diam.

Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, Harga dan Stok Komoditas Pangan di Jombang Stabil

 

'Tak ada larangan'

ilustrasi ilustrasi
Kepala Jorong (Dusun) Kampung Baru M Jumain mengatakan tidak melarang umat Katolik dan Protestan yang ada di dusunnya merayakan Natal.

"Silakan merayakan di rumah masing-masing. Kalau mau merayakan Natal bersama-sama kan bisa bergabung merayakannya di Sungai Rumbai. Di sana ada tempat ibadahnya, tempatnya juga tidak jauh, hanya 30 menit dari sini, atau ke gereja di Sawahlunto, itu 1,2 jam dari sini," kata M Jumain.

Ia mengatakan, Rumah Singgah untuk misa Katolik di Jorong Kampung Baru belum punya izin.

"Yang keberatan itu ninik mamak (tetua adat) karena ada kesepakatan ninik mamak pada 2017 tentang pelarangan, itu yang belum dicabut," kata M Jumain.

Baca juga: Pemudik Natal dan Tahun Baru Via Jalur Darat di Bangka Belitung Diprediksi Meningkat

Ia mengatakan, masyarakat beda agama di Jorong Kampung Baru hidup berdampingan tanpa masalah.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Sikabau Jamhur Dt Jati menjelaskan sebanyak 44 kepala keluarga dari Jawa bertransmigrasi ke Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, pada 1965.

Masyarakat Nagari Sikabau memberikan tanah dengan sukarela, juga membantu membangunkan rumah bedeng dengan atap daun kelapa untuk transmigran.

"Kami juga yang memberi makan transmigran saat itu," kata Jamhur Dt Jati.

Baca juga: Pemkot Tangsel Larang Suster hingga Dokter Cuti Saat Natal dan Tahun Baru

Saat itu, katanya, pemberian tanah menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat di Nagari Sikabau dan patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan dan dijalankan di Nagari Sikabau.

Pada pertengahan 1980-an baru datang masyarakat lain yang berasal dari Sumatera Utara, yang kebanyakan non-Muslim.

Jamhur berkisah pada masa reformasi, warga Katolik memanfaatkan sebuah rumah di Jorong Sikabau untuk gereja yang tidak memiliki izin.

Konflik terjadi dengan masyarakat dan gereja dibakar. Konflik saat itu sudah diselesaikan di kepolisian setempat.

Menurut Jamhur Datuk Jati, salah satu solusi penyelesaian yang diambil pada waktu itu adalah penghapusan pelarangan beribadah bagi semua agama.

Baca juga: Ormas yang Nekat Sweeping Tempat Ibadah Saat Natal Bisa Dijerat Pidana

Sementara ibadah berjamaah dianjurkan untuk mengikuti aturan yang ada.

"Kalau mau merayakan Natal bersama-sama, carilah tempat yang resmi, misalnya di Sungai Rumbai. Ini untuk keamanan saudara kita juga (Katolik)," katanya.

Ia mengatakan masyarakat belum bisa menerima perayaan Natal di Jorong Kampung Baru.

"Barangkali kalau kita kasih pengertian mungkin lama-lama bisa menerima ini. Kalau untuk hidup berdampingan enggak ada masalah," katanya.

Baca juga: Kapolda Jawa Barat Pastikan Keamanan Natal dan Tahun Baru

 

'Perlu tata kelola keberagaman yang inklusif'

Ilustrasi toleransi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi toleransi.
Sudarto dari Pusaka, lembaga yang sering mengadvokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Barat, mengatakan praktik-praktik intoleransi masih kerap terjadi di sana.

Pusaka saat ini menangani 8 kasus yang sama di Sumatera Barat, termasuk kasus pelarangan perayaan Natal di Jorong Kampung Baru di Nagari Sikabau, Dharmasraya.

Ia mengatakan mengacu pada hasil indeks kerukunan umat beragama yang diluncurkan Kementerian Agama 2019 beberapa minggu lalu, Sumatera Barat dihadapkan dengan indeks kerukunan di bawah standar terburuk kedua setelah Provinsi Aceh.

Baca juga: Pastor di Banyuwangi Bangun Mushala: Agar Tamu Muslim Shalat dengan Nyaman

"Pemerintah Jokowi tidak lebih baik dari SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), bahkan kadang-kadang sama dengan Soeharto dalam pengelolaan keragaman agama. Sama sekali tidak berbuat apa-apa untuk kasus ini, hanya imbauan. Pemerintah pusat harus membuat regulasi tata kelola keberagaman yang bisa melindungi semua kelompok agama maupun kepercayaan," kata Sudarto.

Sudarto juga mendorong pemerintah Dharmasraya untuk aktif menengahi sengketa.

"Jadi solusinya bukan meminjamkan mobil lalu pindah beribadah ke tempat lain. Seharusnya kalau rumah ibadahnya belum ada izin, bisa misalnya pinjamkan aula yang tidak dipakai, atau mempermudah pengurusan izin rumah ibadah," katanya.

Baca juga: Tapanuli Utara, Destinasi Wisata yang Junjung Toleransi

Sekretaris Daerah Dharmasraya Adlisman mengatakan sudah menyarankan kepada warga Katolik di Jorong Kampung Baru untuk merayakan Natal di tempat terdekat.

"Kampung Baru itu suasananya berbeda, pada 1965 katanya ada perjanjian sebelumnya, orang yang datang ke sana tentu mereka harus mengikuti adat istiadat di situ, seperti kata Ketua MUI Sumatera Barat, hormatilah apa yang ada di daerah di situ," kata Adlisman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com