Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga di Pagaralam Sumsel Kembali Berkebun Pasca Kasus 3 Serangan Harimau

Kompas.com - 19/12/2019, 12:43 WIB
Aji YK Putra,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

PAGARALAM, KOMPAS.com - Warga Desa Tebat Benawa, Kelurahan Penjalang, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, mulai kembali berkebun pasca teror harimau yang telah memangsa tiga petani di daerah itu.

Ketua Adat Desa Tebat Benawa, Budiono (57) mengatakan, pasca tewasnya Yudiansah Harianto (40) yang ditemukan dalam kondisi tinggal tulang usai diterkam harimau pada Kamis (5/12/2019) kemarin, warga sempat menghentikan aktivitas berkebun.

Namun, dua hari pasca kejadian itu, warga pun kembali berkebun di hutan masyarakat yang ada di lokasi tersebut.

Menurut Budiono, kejadian tewasnya Yudiansah berlangsung di hutan lindung yang berjarak sekitar sekitar 15 kilometer dari permukiman warga.

Sementara, lokasi kebun milik masyarakat sekitar berada di luar wilayah tersebut.

"Memang sempat ada rasa takut, tapi hanya dua hari. Setelah itu warga berkebun lagi. Warga sudah tahu batasan wilayah mana yang boleh berkebun," kata Budiono, saat ditemui di kediamannya, Rabu (18/12/2019).

Baca juga: Banyak Temuan Jejak Harimau Palsu di Lahat, Dicetak dari Kaus Kaki

Lokasi hutan lindung yang terjadi konflik antara harimau dan manusia berada persis di dekat hutan adat.

Warga sekitar berkebun di luar hutan adat serta hutan lindung.

Namun, untuk Yudiansah sendiri menggarap lahan perkebunan kopi yang berada di dalam kawasan hutan lindung.

"Kalau warga asli sini (Tebat Benawa) dari zaman nenek moyang kami tidak mau menggarap hutan lindung, karena akan merusak habitat yang ada di dalamnya. Namun, sekarang banyak warga pendatang yang membuka lahan di sana, bahkan sampai saat ini sudah ratusan hektar dijadikan kebun kopi," ujarnya.

Budiono mengaku, ia tak dapat berbuat banyak untuk menghalau warga luar menggarap hutan lindung karena tak memiliki wewenang.

Namun, apabila hutan adat dirusak, warga sekitar akan turun langsung dan mengusir para perusak.

"Luasan hutan adat ada 336 hektar dan memang kami tidak pernah menebang pohon di sana. Sebetulnya, kami di sini sering melihat situe (sebutan harimau), tapi tidak pernah saling ganggu, karena kami menghormati hewan itu. Korban yang kemarin itu bukan warga sini, jadi mereka tidak tahu aturan di sini,"jelasnya.

Tri Haryanto (28), salah satu petani tomat di Desa Tebat Benawa mengatakan, ia tetap berkebun meskipun dihantui rasa takut.

Apalagi sejak kejadian banyaknya petani yang menjadi korban serangan harimau, ia pun menjadi waspada.

"Ya kalau rasa takut masih ada, tapi kami jadi waspada saja. Kalau kerja lirik kanan kiri dulu. Kalau tidak bekerja kami makan apa," kata Tri.

Baca juga: Cegah Korban Harimau Bertambah, BKSDA Pasang Spanduk Imbauan

Kebun yang digarap Tri berada di luar hutan lindung dan hutan adat. Kebun tersebut ia tanami tomat dan cabai yang saat ini sedang memasuki musim panen.

"Istri dan bapak saya juga tinggal disini (kebun), karena memang kami bertani di sini," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com