Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Demam Babi Afrika Tak Segera di-Declare Sebagai Penyebab 27.000 Babi Mati di Sumut

Kompas.com - 12/12/2019, 18:34 WIB
Dewantoro,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Kalau nasional, kata dia, berarti seluruhnya kena. Ketika kabupaten, yang mati tidak sebanyak referensi hitungan para ahli.

Baca juga: Sebanyak 5.800 Ekor Babi Mati di Sumut, Distribusi Ternak Diperketat

Keterlambatan declare sebabkan dampak buruk

Menurutnya, keterlambatan (declare) itu membawa dampak buruk dan dampak baiknya. Dampak buruknya, teman-teman di lapangan tidak memiliki kekuatan untuk pendekatan kepada berbagai pihak. 

"Katakanlah dalam hal anggaran. Dampak baiknya, sekarang bisa mengetahui case-nya di mana. Tapi harus di-declare itu statusnya apa (ASF atau bukan)," katanya.

Agustia mengatakan, ketika sudah di-declare, berarti yang harus dilakukan adalah bio security dimulai dari skala kandang. Pasalnya, jika satu sudah terkena maka satu kandang itu harus habis. Dengan catatan yang di kandang tak boleh keluara agar tidak menyebar.

"Jadi kalau sudah di-declare, itu yang hidup harus dihabiskan dan di tempat itu, dilakukan pengosongan dari ternak babi bisa 2 - 3 bulan. Setelah itu diletakkan hewan sentinel untuk memastikan tidak ada lagi satu pun virus di situ," katanya. 

Memang, kata dia, kalau tidak di-declare maka penanganan kematian babi akan mengalami kendala anggaran dan kendala teknis.

Pemerintah di daerah harus menunggu dari pusat.

Namun menurutnya, sudah ada surat edaran dari Mendagri, Tito Karnavian kepada seluruh Gubernur terkait ASF yang dalam klausulnya menyebutkan untuk menggunakan APBD saat terjadi wabah seperti ini.

Dengan surat edaran itu, daerah bisa mengambil langkah-langkah penanganan. 

"Sejauh ini, anggaran, daerah minim. Jangankan APBD provinsi, pusat juga begitu. Sudah ada kamarnya masing-masing. Dengan case begini, misal di sini ada lebih sedikit tarik ke sini. Pusat lebih fleksibel, daerah tidak," katanya. 

Baca juga: Terserang Hog Cholera, Babi yang Mati di Sumut Capai 22.985 Ekor

Indikasi ASF, upaya bio-security

Terkait virus ASF ini, di Indonesia belum pernah terjadi, melainkan baru terindikasi. Sementara yang sudah positif adalah hog cholera atau kolera babi.

"Sekarang declare pun, apakah akan berhenti, nggak juga. Jadi bukan itu. Kita dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan sepakat untuk tetap melakukan  kegiatan pengendalian supaya tidak meluas," katanya. 

Ketika sudah di-declare kemudian ada pemusnahan, pertimbangan lainnya adalah mengenai keuangan negara.

"Cukupkah menggantikan babi yang dimusnahkan. Kedua, dalam UU, untuk pengantian ternak itu adalah yang ternak yang sehat, yang terancam. Bukan yang sakit. Tapi dari segi sosiologi masyarakat, siap tidak melihat ada tak usah lah ribuan, 700  saja babi hidup dimusnahkan," katanya. 

Agustia mengatakan, sudah ada beberapa negara yang terkena serangan ASF dan melakukan pemusnahan terhadap babi-babinya. Di antaranya China, Vietnam, Kamboja.

"Tapi berhenti kah kah kasusnya? Tidak berhenti. Sampai sekarnag masih ada. Yang sekarang dilakukan adalah membungkus yang 16 ini, jangan sampai bertambah. Disitu lah pentingnya bio security, jangan saling melihat dulu, jangan ada yang keluar atau masuk dari dan ke daerah yang ada virus kematian babi," katanya. 

Baca juga: Warga Enggan Makan Ikan, Takut Kena Virus Demam Babi Afrika dari Bangkai Babi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com