KEDIRI, KOMPAS.com - Beberapa warga di wilayah Kelurahan Blabak, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, sempat berbahagia karena mendapatkan tanah uruk gratis.
Belakangan, mereka menyesalinya.
Sebab, material berbentuk butiran-butiran kecil seperti pasir dengan warna mirip semen itu ternyata limbah.
Padahal, mereka telanjur menggunakannya untuk menutup lubang-lubang bekas galian di tanah mereka.
Warga baru menyadarinya setelah musim hujan tiba, yaitu saat air hujan membasahi material itu.
Baca juga: Bupati: Tak Ada Industri di Karanganyar Buang Limbah ke Sungai Bengawan Solo
Percampuran air itu menyebabkan munculnya asap pekat diikuti dengan bau menyengat tajam hingga mengganggu pernapasan dan penglihatan.
Kontan saja hal itu mendatangkan masalah tersendiri bagi lingkungan. Sebab, warga lainnya menjadi terganggu dengan kondisi itu.
Penggunaan material itu tersebar di beberapa titik, yakni di Lingkungan Pagut dan Lingkungan Bulurejo, Kelurahan Blabak.
Daeng Tri Wahyudi (59), warga Bulurejo, ini memesan material itu sebanyak 50 truk, tetapi baru datang 30 truk.
Untuk jumlah sebanyak itu, dia hanya mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta, atau hanya Rp 25.000 tiap truknya.
Material itu datang mulai September lalu dan semuanya dalam kemasan kantong zak. Itu lalu digunakannya untuk menutup bekas galian tanah sedalam 2 meter di pekarangannya.
"Saya tahunya tanah uruk saja," kata Daeng tentang material itu saat ditemui, Rabu (11/12/2019).
Baca juga: 10 Penyu Mati Misterius, PT Tenaga Listrik Bengkulu: Air Limbah PLTU Tak Mematikan
Nur Salim, warga Lingkungan Pagut, juga menggunakan material itu. Dia memanfaatkannya untuk menutup galian yang ada di belakang rumah orang tua dan saudaranya.
Hanya saja, uang yang dikeluarkan berbeda jumlahnya dengan Daeng.
Kata Salim, keluarganya mengeluarkan uang Rp 50.000 untuk tiap truk material itu.