Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ganjar Sepakat Hukuman Mati bagi Koruptor Diterapkan di Indonesia

Kompas.com - 10/12/2019, 17:58 WIB
Riska Farasonalia,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sepakat dengan penerapan sanksi hukuman bagi koruptor di Indonesia.

Hal ini menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo yang melontarkan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia usai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Jokowi menilai, hukuman itu bisa saja diterapkan asal ada dorongan dari masyarakat.

Sementara, menurut Ganjar, rencana hukuman mati bagi koruptor harus dibahas secara matang dan mendalam.

"Yang paling penting saya kira di proses pembahasan di dewan. Kemudian mendengarkan seluruh aspirasi pakar agar tujuan hukuman yakni memberikan pendidikan, efek jera dan memperbaiki sistem bisa berjalan. Sehingga sebenarnya, apa pun bentuknya (hukuman) itu bisa dilaksanakan," kata Ganjar, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Mutilasi PNS Bandung Menangis dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Ganjar mengatakan, wacana tentang hukuman mati bagi koruptor bukanlah hal baru. Beberapa kali, statemen itu muncul ke permukaan sebagai wujud kejengkelan masyarakat.

"Kalau itu (hukuman mati) menjadi sebuah keputusan, ya bukan tidak mungkin," jelas Ganjar.

Namun, Ganjar mengatakan masih banyak perdebatan dalam masyarakat di Jateng. Ada yang berbicara dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM) dan menolak hukuman mati, ada yang minta dimiskinkan saja, ada pula yang meminta hukuman mati.

"Masih cukup beragam pembicaraan soal itu," kata Ganjar.

Maka dari itu, lanjut Ganjar, dalam penentuan keputusan, harus melibatkan banyak pihak, seperti pakar, budayawan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lainnya. Sebab hukuman mati juga belum tentu memberikan efek jera.

"Agar kemudian efek jeranya bisa diberikan, sekaligus pendidikan dan perbaikan sistem bisa berjalan," pungkasnya.

Sekadar diketahui, hukuman mati bagi koruptor sebenarnya sudah ada di UU Tipikor ayat 2. Hanya saja selama ini belum pernah diterapkan.

Hukuman mati untuk koruptor diatur di pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar".

Sementara untuk hukuman mati tertuang dalam Pasal 2 ayat 2, berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Mutilasi Lemas dan Sang Ibu Menangis

Apa maksud keadaan tertentu pada pasal tersebut dijelaskan lebih jauh dalam bab penjelasan Undang-undang tersebut. Apa saja?

"Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter," demikian bunyi penjelasan dari Pasal 2 ayat 2 tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com