Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirawat 3 Bulan, Orangutan Tapanuli Kembali Dilepasliarkan

Kompas.com - 10/12/2019, 00:34 WIB
Oryza Pasaribu,
Dony Aprian

Tim Redaksi

TAPANULI SELATAN, KOMPAS.com - Setelah tiga bulan lebih dirawat di Pusat Karantina Batu Mbelin, Sibolangit, Paya, Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) akhirnya dinyatakan sehat.

Orangutan tersebut sebelumnya ditemukan sekarat di kebun warga di Desa Aek Batang Paya, Sipirok, Tapanuli Selatan (Tapsel) pada 18 September 2019.

Paya, Orangutan Tapanuli yang diberi nama sesuai dengan tempat asal ditemukannya ini, akhirnya dilepasliarkan kembali ke habitatnya, di Cagar Alam Sibualbuali, Sipirok, Tapsel, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Viral, Foto Orangutan Tapanuli Terluka Saat Nyasar di Ladang Buah Warga

Kasubag Data, Evlap dan Kehumasan Andoko Hidayat mengatakan, pelepasliaran satu individu Orangutan Tapanuli yang selama perawatan telah diberi nama 'Paya' ini, sudah direkomendasikan pihak Tim Medis dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera (PKOS), di Batu Mbelin, tempat 'Paya' selama ini dirawat.

"Paya akhirnya kami lepasliarkan kembali ke habitatnya, di Cagar Alam Sibualbuali, Sipirok, Tapsel," ujar Andoko Kompas.com.

Kata Andoko, sejak dirawat pada 20 September 2019 sampai dengan 1 Oktober 2019, kesehatan 'Paya' mengalami progres yang cukup bagus.

"Pada 1 Oktober 2019, Paya sudah mulai banyak makan dan aktivitasnya di dalam kandang sangat agresif," tuturnya.

Kemudian pada 15 Oktober 2019, kondisi Paya semakin stabil dan berat badan meningkat hingga 44 kilogram.

Baca juga: Ketika Orangutan Tapanuli di Batang Toru Makan Durian dan Petai

Hingga pada 29 Oktober 2019, kondisi Paya menunjukkan hampir semua lukanya sudah tertutup sempurna.

"Secara keseluruhan kondisi Orangutan Paya sudah membaik dan luka-lukanya sudah sembuh. Melihat kondisi tersebut disarankan kepada kami (BBKSDA) agar Orangutan Paya dapat dilepasliarkan secepatnya," kata Andoko.

Andoko menjelaskan, Paya dilepasliarkan  di kawasan Cagar Alam Sibualbuali Sipirok, lokasi tersebut dipilih karena mempertimbangkan tingginya kompetisi di alam liar, tempat 'Paya' pertama kali ditemukan dan dievakuasi.

"Mengingat kondisi gigi dari Orangutan Paya, maka untuk pemilihan lokasi pelepasliarannya agar mempertimbangkan keberlangsungan hidupnya," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pada 18 September 2019, masyarakat menemukan satu individu Orangutan Tapanuli dalam kondisi sekarat dengan kondiai tubuh dipenuhi luka di areal kebun warga di Desa Aek Batang Paya, Sipirok, Tapsel, Sumatera Utara.

Pada 19 September Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara melalui Bidang KSDA Wilayah III Padangsidempuan bersama dengan Tim HOCRU (Human Orangutan Conflict Response Unit) YOSL-OIC, turun ke lokasi untuk melakukan upaya penyelamatan dan evakuasi.

Baca juga: Kisah Tragis Orangutan: 24 Peluru di Badan dan Coba Bertahan Hidup dengan Kebutaan

Dari identifikasi yang dilakukan, diketahui bahwa orangutan berjenis kelamin jantan, diperkirakan berumur 30 tahun.

Hasil pemeriksaan medis oleh dokter hewan tim HOCRU, drh Jenny Adawiyah, menunjukkan bahwa terdapat luka terbuka di daerah tulang dahi dan pangkal lengan bagian bawah (axilla) yang diduga diakibatkan oleh senjata tajam.

Luka-luka terbuka juga ditemukan pada bagian tulang cranium (kepala) bagian belakang serta bagian punggung.

Kondisi tubuh orangutan juga sangat kurus, yang diindikasikan dari tulang costae (rusuk) yang terlihat.

Selanjutnya Orangutan Tapanuli tersebut segera di bawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera (PKOS) di Batu Mbelin untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com