KOMPAS.com — Kebun bunga amarilis milik Sukadi di Desa Salam, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, sempat viral pada tahun 2015 lalu karena diinjak-injak oleh pengunjung.
Sukadi adalah pemilik kebun bunga amarilis yang terapat di Gunungkidul. Ia juga yang mengawali penanaman amarilis di wilayah tersebut.
Setelah kebunnya viral karena diinjak-injak, Sukadi banyak dihubungi oleh banyak orang.
Salah satunya adalah warga keturunan Indonesia yang tinggal di Jerman yang memberi Sukadi modal untuk menanam bibit amarilis.
Baca juga: Kisah Sukadi Pemilik Kebun Amarilis, Awalnya Dicibir Sekarang Dicintai
Ia juga banyak mendapatkan bantuan dari lembaga dan komunitas. Bantuan tersebut ia gunakan untuk membeli umbi amarilis.
Sukadi pun terus menanam bunga amarilis hingga sekarang.
"Dua tahun setelah menikah, tepatnya tahun 2002, saya berpikiran menyelamatkan tanaman yang dianggap gulma oleh masyarakat," kata Sukadi.
Saat ini di pekarangan seluas 3.000 meter persegi milik Sukadi, ada sekitar 500.000 umbi amarilis.
Untuk masuk kebun bunga amarilis, Sukadi memasang tarif Rp 10.000 per orang. Sedangkan untuk mendapatkan bibit amarilis, pengunjung bisa membeli dengan harga Rp 5.000 sampai Rp 15.000.
Untuk mengantisipasi kerusakan akibat terinjak wisatawan, Sukadi menyiapkan jalur khusus.
Saat ini bunga amarilis menjadi ikon baru Gunukidul hingga dibuat motif batik.
Baca juga: Bunga Amarilis Kembali Mekar di Gunungkidul Yogyakarta, Yuk Lihat!
Oleh para petani, tanaman tersebut dibabat habis karena dianggap gulma.
Pada tahun 2003, Sukadi sempat berjualan bibit amarilis di pinggir jalan jalur Yogyakarta-Wonosari.
Sebulan berjualan, ia hanya mendapatkan Rp 125.000. Ia bercerita, tidak ada orang yang tertarik membeli bibit amarilis. Ia melakukan hal tersebut untuk menyelamatkan amarilis yang dianggap gulma oleh warga.