Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukadi Pemilik Kebun Amarilis, Awalnya Dicibir Sekarang Dicintai

Kompas.com - 06/12/2019, 12:13 WIB
Markus Yuwono,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

"Pengunjung tak seramai tahun lalu. sekarang setiap hari hanya ratusan. Tahun lalu bisa mencapai ribuan orang per hari. Ini karena bunganya tidak mekar bersamaan," kata Sukadi. 

Meski dikenal sebagai pemilik kebun bunga amarilis, Sukadi tak meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai penjual mainan.

Di sekitar kebun bunga amarilis, dirinya tetap menjajakan kipas kecil yang dibuat oleh anaknya yang paling kecil.

Kipas yang terbuat dari plastik itu dijual Rp 10.000. Menjelang Natal dan tahun baru, dirinya sudah mendapat pesanan mainan sebanyak ratusan unit. 

"Saya tidak meninggalkan pekerjaan sebagai penjual mainan, karena ini cikal bakal pembelian bibit amarilis didapat dari berjualan mainan," kata Sukadi.

Teman dari berbagai negara

Sukadi bercerita, pasca viralnya kebun yang dinjak-injak pengunjung pada 2015 lalu, dirinya memiliki banyak teman.

Selain dari dalam negeri, orang-orang dari luar negeri pernah menghubunginya.

Salah satunya yang paling aktif adalah seorang warga keturunan Indonesia yang tinggal di Jerman. Sukadi pernah mendapat bantuan modal uang, hingga bibit amarilis untuk ditanam.

Menurut Sukadi, orang dari berbagai negara pernah berkunjung ke kebun bunga miliknya. Selain untuk belajar, orang-orang juga ingin mengetahui langsung kebun bunga yang sempat viral itu.

Belum lama ini, mahasiswa dari Korea mendatanginya dan menyatakan kagum dengan kebun bunga miliknya.

"Ada yang dari malaysia, China juga pernah," ujar dia.

Saat ini, untuk masuk ke kebun bunga amarilis dipasang tarif Rp 10.000 per orang. Selain itu, juga bisa membeli bibit amarilis seharga dari Rp 5.000 sampai Rp 15.000.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, pada Jumat pagi sudah ada beberapa pengunjung yang mendatangi lokasi.

Mereka hanya sekadar berfoto dan beristirahat sebentar, lalu pergi. Ramainya kebun bunga amarilis ini sekarang menjadi ikon baru Gunungkidul, bahkan hingga dibuat motif batik.

Baca juga: Kisah Polisi di Lamongan yang Dirikan Jasa Antar Jemput Gratis Siswa Yatim Piatu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com