Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Keunggulan Atabela, Alat Khusus Tanam Padi Lahan Kering Ciptaan Warga Gunungkidul

Kompas.com - 04/12/2019, 20:51 WIB
Markus Yuwono,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Untuk memudahkan dalam bercocok tanam, seorang warga Dusun Kernen, Desa Ngunut, Kecamatan Playen, Gunungkidul, Yogyakarta, membuat alat bernama Atabela. 

Atabela adalah kepanjanngan dari Alat Tanam Benih Langsung.

Menurut Jayadi, sang pembuat, dengan semakin mudahnya bercocok tanam, diharapkan bisa menarik generasi muda becocok tanam.

Bentuk Atabela ini unik. Ditengahnya ada semacam tabung yang diisi dengan benih padi, kemudian di samping kanan kiri terdapat roda kecil yang mirip dengan roda traktor. 

Lalu di bawahnya ada besi yang fungsinya untuk mencangkul tanah, dan dibelakang alat ada besi yang fungsinya untuk menutup tanah yang telah dicangkul oleh bagian depan.

Alat ini sengaja dirancang untuk penanaman dengan sistem Jajar Legowo pada lahan kering. Selama ini sistem Jajar Legowo biasanya diterapkan di sawah.

Baca juga: 16 Kecamatan Krisis Air Bersih, BPBD Gunungkidul Belum Tetapkan Status Darurat Kekeringan

Hemat waktu tanam, hemat SDM

Jejer legowo adalah cara tanam dengan memberikan jarak pada kanan dan kirinya kurang kebih 40 cm, sedangkan jarak tanam pada depan belakang diperpendek menjadi 10 cm.

Adanya jarak tersebut, membuat sinar matahari masuk lebih maksimal.

"Alat ini sengaja dibuat untuk meringankan beban pekerjaan petani menanam padi," kata Jayadi saat ditemui di rumahnya Selasa (3/12/2019).

Dijelaskannya, alat ini memudahkan petani yang biasa tanam padi sistem ponjo (tuggal) pada lahan seluas 1.000 meter persegi tenaga kerja 2 orang membutuhkan waktu 2 hari.

Namun dengan Atabela, menanam padi seluas 1.000 meter persegi cukup dengan 3 jam dengan tenaga 2 orang saja.

Satu orang mendorong Atabela dan satu orang lainnya menarik ke depan. Selanjutnya otomatis benih jatuh ke tempat yang telah tercangkul.

"Perhitungan ekonomisnya menggarap sawah satu hektare membutuhkan 4 orang satu orangnya upah perhari Rp75.000, kalau menggunakan Atabela sehari hanya membutuhkan 2 orang, ini bisa menghemat pengeluaran petani," ucapnya. 

Baca juga: Calon Independen Bakal Ikut Ramaikan Pilkada 2020 di Gunungkidul

Belum dipatenkan

Jayadi mengakui, sebelumnya pernah ada alat yang mirip Atabela ciptaannya namun kurang cocok jika digunakan di Gunungkidul karena tanah di Gunungkidul memiliki karakteristik yang keras.

Untuk membuat Atabela tidak memakan waktu yang lama kurang lebih satu hari, satu Atabela sudah jadi. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.800.000 per alat.

Jayadi mengaku belum mematenkan Atabela.

"Ke depan saya berencana membuat Antabela dengan menggunakan mesin, agar petani lebih mudah dan cepat saat menggarap sawah," ucapnya.

"Selain itu semoga regenerasi petani. Petani di Gunungkidul rata-rata sudah tua sedangkan mereka harus menggenjot produksi lahan mereka, ditambah lagi generasi muda minatnya dipertanian minim," ucapnya. 

Baca juga: Rp 18 Miliar untuk Tekan Kasus Bunuh Diri, DPRD Gunungkidul: Sosialisasi hingga Tingkat RT

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com