Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ridho, Perajin Eceng Gondok: Tembus Eropa hingga Omzet Rp 120 Juta Per Bulan

Kompas.com - 02/12/2019, 10:48 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Mengunjungi Dusun Kangkung B dan Keblak, Desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, terlihat sejumlah warga di beberapa rumah melakukan aktivitas menganyam kerajinan berbahan dasar eceng gondok.

Meski hanya usaha sampingan di sela bercocok tanam, tetapi penghasilan mereka cukup besar untuk menopang ekonomi keluarga. 

Salah seorang penggagas kerajinan eceng gondok adalah Rasidha atau biasa dipanggil Ridho (48), warga Desa Ngeposari.

Awalnya, pria asal Cirebon, Jawa Barat, ini pindah ke Gunungkidul pada tahun 2002 sekaligus merintis usaha barunya, yaitu membuat berbagai perabotan yang terbuat dari eceng gondok.

"Warga sekitar bisa membuat tikar mendong. Saya berpikir, ini masuk jika dikembangkan dan diganti bahan menggunakan eceng gondok," katanya kepada wartawan, Sabtu (30/11/2019). 

Baca juga: Eceng Gondok Penuhi Hampir 70 Persen Waduk Cirata, Petani Ikan Menjerit

Keberanian dan tekadnya tidak mudah, selama lima tahun pertama dirinya harus berjuang memperkenalkan anyaman produksi masyarakat itu. Mulai tahun 2007, produksi sudah diterima pasar.

Adapun kerajinan yang dibuat berupa keranjang hingga perabot rumah tangga. Kerajinan tersebut dihasilkan oleh tangan-tangan sekitar 300 warga Dusun Kangkung B dan Keblak, hingga warga di luar Desa Ngeposari.

Hasil produksinya diminati tak hanya konsumen dalam negeri, tetapi juga pasar kerajinan eceng gondok ke Australia dan Eropa.  

Untuk hasil kerajinan yang diminati adalah keranjang, yang digunakan warga Eropa menaruh kayu bakar untuk perapian. Sebab, jika rusak, warga di Eropa langsung membakarnya.

Sekarang omzetnya lebih dari Rp 120 juta per bulan.

"Produk kami juga diminati oleh masyarakat luar, dan kini sudah dipasarkan ke beberapa negara di Australia dan Eropa. Pasar ekspor lebih mendominasi," ujarnya. 

"Kalau kerja sama dengan orang luar negeri, terutama Eropa, mereka sangat disiplin. Jika saya telat beberapa hari, saya akan mendapatkan penalti yang harus saya bayarkan," katanya.

Ridho mengatakan, untuk menembus pasar Eropa dan negara lainnya, ia harus bekerja sama dengan delapan perusahaan. 

Diakuinya, ia tak mematok target produksi untuk setiap perajin. Selain karena sebagian besar adalah ibu-ibu rumah tangga, pekerjaan sebagai perajin pun hanya sambilan.

Sementara untuk bahan baku diperoleh dari luar daerah, seperti Salatiga dan Demak, Jawa Tengah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com