Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Bali Tetap Menjadi Bali, Tak Berubah Jadi Jakarta

Kompas.com - 28/11/2019, 22:44 WIB
Farid Assifa

Penulis

BALI, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, Bali harus dijaga kesuciannya. Alam Bali harus dijaga spiritualitasnya sehingga tak berubah menjadi Jakarta.

Hal itu disampaikan Dedi dalam kunjungan kerja spesifik Komisi IV DPR RI di Benoa, Bali, Kamis (28/11/2019).

Dalam kunjungan itu, Dedi dan rekan-rekannya di Komisi IV mendengar dan menampung aspirasi warga adat di Bali yang gelisah terkait adanya wacana pembatalan Keputusan Menteri KKP terkait Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim.

Dedi menjelaskan, Bali tumbuh dan berkembang menjadi pusat keparawisataan Indonesia serta terkenal di seluruh dunia. Selain alamnya yang eksotis, kata Dedi, orang berkunjung ke Bali karena masyarakatnya masih memegang kuat spiritualitas.

"Apa yang menjadi spirit Bali itu adalah Tuhan dan manusianya satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Karena satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, maka masyarakat Bali harus dijaga kesuciannya. Pohon, gunung dan batu harus dijaga kesuciannya," kata Dedi di hadapan tokoh masyarakat dan tokoh adat Bali.

Baca juga: Tolak Reklamasi Benoa, Komisi IV DPR Segera Tingkatkan Kepmen Jadi Perpres

Untuk mencegah kesucian Bali hilang, Dedi mengatakan, pemanfaatan alamnya harus dipilah, mana yang boleh diekspolitasi untuk kepentingan manusia dan mana yang tidak boleh agar keseimbangannya tetap terjaga.

Dedi mengatakan, dalam perspektifnya, tempat-tempat yang suci itu adalah kawasan-kawasan yang di dalamnya terdapat unsur keseimbangan dan keberlangsungan manusia. Ada mata air, laut, gunung dan lainnya harus dijaga agar tetap seimbang, sehingga melahirkan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana yang tercatat dalam UUD 1945.

"Bali itu, orang berkunjung kan karena ada kekuatan spiritualitas yang ada dalam tariannya, debur ombak, aliran air, embusan angin, suara gunung, dan seluruh alam semestanya," kata politisi Golkar ini.

Namun, kata Dedi, jika Bali diubah seperti Jakarta, maka spiritualitasnya menjadi hilang dan deburan ombak tak eksotis lagi, serta udaranya tidak menjadi kekuatan spiritual.

Dedi mengakui ada kekhawatiran di masyarakat Bali bahwa ke depan orang tak datang berkunjung lagi ke Bali, sehingga bangunan tradisional di Bali hanya menjadi tembok mati yang tak menarik orang untuk mengunjungi.

Kegelisahan masyarakat Bali itu, kata Dedi, akan dipadukan agar pembangunan tetap berkesinambungan tetapi keseimbangan spiritualitas Bali terus terjaga.

"Sehingga Bali tetap menjadi Bali sampai kapan pun dan tidak berubah menjadi Jakarta," tandas Dedi.

Tolak reklamasi Teluk Benoa

Sebelumnya, Dedi Mulyadi menyatakan, pihaknya akan mendorong agar Keputusan Kementerian Keluatan dan Perikanan No 46/KEPMEN-KP/2019 tertanggal 4 Oktober tentang penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim di perairan Provinsi Bali untuk ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden.

Pernyataan Dedi itu sebagai respons atas kegelisahan masyarakat Bali terkait munculnya wacana merevisi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 46 tahun 2019, yang menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim di Pulau Bali.

Dedi Mulyadi mengatakan, setelah mendengarkan paparan dan aspirasi warga Bali, pihaknya semakin yakin dan bersiteguh hati bahwa reklamasi Teluk Benoa harus ditolak.

"Komisi IV akan memperkuat dan mendorong agar keputusan menteri yang menetapkan Teluk Benoa sebagai konservasi maritim menjadi peraturan presiden, sehingga payung hukumnya semakin kuat," kata Dedi kepada Kompas.com.

Menurut Dedi, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus selaras dengan keseimbangan alam, yang menjadi dasar kebutuhan kehidupan manusia.

"Masukan-masukan itu, dari pakar sudah biasa, makanya kami ingin mendengar narasi dari tokoh adat yang lebih hidup," kata Dedi terkit pertemuan dengan tokoh adat Bali.

Sebelumnya, masyarakat Bali yang diwakili tokoh adat merasa gelisah dengan munculnya wacana revisi Keputusan Menteri KKP soal kawasan konservasi di Teluk Benoa. Kegelisahan itu mereka sampaikan di hadapan Komisi IV DPR RI.

"Kami gelisah karena ada wacana keputusan yang dibuat menteri kelautan soal penetapan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim, mau direvisi. Kami warga Bali telah menolak teluk Benoa direklamasi. Makanya, minta kepada Komisi IV DPR memperkuat keputusan menteri, menjadi keputusan presiden," kata Wayan Loka, ketua Adat Serangan, ketika berdialog dengan Komisi IV DPR di Benoa, Kabupaten Badung, Bali.

Selain Wayan Loka, ketua adat lainnya yang hadir di acara tersebut menyatakan sama. Merela menolak reklamasi di Telok Benoa. Antara lain Ketua Adat Bualu, Jimbaran, Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelam, Kuta, Pemogan, Kepaon, Pedungan dan Sesehan. Tokoh Bali lainnya juga hadir dalam kesempatan itu.

Baca juga: Koster Harap Menteri KKP yang Baru Tak Cabut Status Teluk Benoa

Rencana reklamasi Teluk Benoa telah ramai ditolak warga Bali. Penolakan itu muncul setelah adanya rencana reklamasi teluk itu tahun 2014. Namun warga menolak sekitar 1.200 hekatare areal teluk menjadi kawasan bisnis.

Sebelum mengakhiri masa jabatannya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menetapkan Telok Benoa sebagai kawasan konservasi maritim. Dengan demikian, areal itu tak bisa disentuh untuk bisnis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com