Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pabrik Tahu Gunakan Limbah Plastik untuk Produksi, Biaya Murah, tapi Dianggap "Racuni" Indonesia

Kompas.com - 28/11/2019, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sudah tiga tahun Gufron memproduksi tahu di pabriknya yang ada di sentra industri Desa Tropodo, kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur.

Selama itu Gufron memanfaatkan sampah plastik untuk bahan bakar memasak kedelai menjadi tahu.

Sampah plastik dipilih karena harganya murah, lebih cepat panas, dan nyalanya lebih lama.

Gufron tidak sendiri. Ada puluhan pengusaha tahu di sentra industri Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Seperti Gufron, sebagian besar pengusaha menggunakan limbah plastik impor untuk bahan bakar.

Biasanya mereka membeli limbah plastik dari perusahaan kertas dengan harga Rp 200.000 per truk. Limbah tersebut bisa digunakan untuk memproduksi tahu selama empat hari.

"Saya punya pabrik tahu sudah berjalan tiga tahun dan sejak awal menggunakan sampah plastik. Kenapa menggunakan sampah plastik, ya karena lebih murah, lebih cepat panas, lebih kuat, dan lebih lama habis," kata dia, Selasa (26/11/2019).

 

Gunakan kayu, biaya produksi mahal

Pekerja pabrik tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, memasukkan limbah plastik impor sebagai bahan bakar pengganti kayu, Selasa (26/11/2019).KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN Pekerja pabrik tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, memasukkan limbah plastik impor sebagai bahan bakar pengganti kayu, Selasa (26/11/2019).
Selasa (26/11/2019), Bupati Sidoarjo Saiful llah meminta pengusaha tahu di sentra industri Desa Tropodo untuk tidak lagi menggunakan limbah plastik impor untuk bahan bakar.

"Limbah sampah plastik yang dibakar itu polusinya bukan main, polusi di udara tidak bisa hilang, dan mencemari udara kita," kata Saiful Ilah.

Ia mengatakan, pengusaha tahu harus beralih menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, seperti pelet kayu, walaupun biaya produksi lebih mahal.

"Penjualan tahu dinaikkan sedikit-sedikit tidak masalah. Masyarakat pasti tidak mempermasalahkan adanya kenaikan karena mereka tahu bahan bakar yang ramah lingkungan itu sedikit lebih mahal," ujar dia.

Baca juga: Keluhan Pengusaha Tahu jika Tak Pakai Limbah Plastik untuk Produksi

Ia mengklaim pelet kayu adalah bahan bakar yang ramah lingkungan dengan kadar CO2 yang rendah sehingga menghasilkan pembakaran yang sempurna.

Rencananya, para pengusaha tahu akan mendapatkan subsidi pelet kayu sebagai bahan bakar.

"Ya, awalnya nanti kita subsidi. Kita akan bicarakan dengan ibu gubernur. Karena di sini ada Pak Drajad sebagai kepala dinasnya (Disperindag Jatim). Nanti bisa kita bicarakan bersama. Pasti kita bantu," imbuh Saiful.

Pernyataan tersebut disayangkan oleh pengusaha tahu karena hampir 20 tahun mereka menggunakan limbah plastik sebagai bahan bakar.

Baca juga: Limbah Plastik untuk Bahan Bakar Pabrik Tahu Sudah Berlangsung 20 Tahun

"(Penggunaan plastik impor) sudah sejak zaman dulu digunakan (sebagai bahan bakar pembuatan tahu). Siapa bisa melarang? Ya tidak bisa," ujar Gufron.

"Kenapa tidak dari dulu, kenapa baru sekarang dilarang?" katanya.

Menurut dia, solusi bahan bakar menggunakan wood pellet atau pelet kayu tidak tepat karena diinilai terlalu mahal dan proses perapian tidak stabil.

Selain itu, mereka juga harus mengganti mesin ketel senilai puluhan juta rupiah.

Baca juga: Pengusaha Tahu di Sidoarjo Janji Tak Lagi Gunakan Limbah Plastik, Asal...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com