Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita 1 Rumah Dihuni 4 Keluarga: Bertahun-tahun Diterjang Abrasi, Kini Dapurnya Hilang

Kompas.com - 27/11/2019, 09:14 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Aas berdiri di atas puing-puing rumahnya yang disapu abrasi. Tangannya menunjuk laut. Dia menyebut, dulu ada jarak antara rumahnya dengan laut Jawa, tak seperti sekarang.

Abrasi memang menerjang Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, sejak belasan tahun lalu.

Aas menyebut saat air laut pasang, ombak kerap masuk ke rumah. Lama kelamaan merusak bagian belakang rumahnya.

"Ini bekas-bekas rumah yang hancur kena ombak," kata Aas, Selasa (26/11/2019).

Kini, Aas bersama keluarganya terpaksa menempati bagian depan rumahnya. Tiga anak-anaknya yang sudah berkeluarga masih tinggal bersama.

Baca juga: Warga Terdampak Abrasi di Karawang Bakal Direlokasi ke Rumah Kontrakan

 

Sementara untuk pindah, ia mengaku tak punya biaya. Salah satu keluarganya bahkan habis melahirkan.

"Kami tinggal rame-rame," katanya.

Aas pun berharap pemerintah segera menangani abrasi di desanya. Sebab, ia khawatir ombak akan semakin mengancurkan rumahnya.

Tak hanya Aas, sejumlah warga di desa itu juga mengalami hal serupa. Jarak laut dengan rumah mereka tinggal sejengkal. Banyak juga yang begitu membuka bagian belakang rumahnya langsung disambut air laut.

Telihat juga beberapa reruntuhan rumah-rumah yang ditinggal penghuninya. Ada juga sabuk pantai dan bakau yang baru ditanam nampak di beberapa titik jalan. Sayang, sebagian bakau rusak terkena oil spill Pertamina.

Sejak tahun 2005, desa yang berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Karawang itu terdampak abrasi atau pengikisan tanah akibat air laut. Jalan menuju desa tersebut beraspal, hanya saja tak begitu mulus, sesekali terlihat lubang dan bekas tambalan.

Jika kita menyusuri sepanjang pantai, mulai dari Cemana Jaya hingga Pisangan jalanan beraspal terputus, bersambung dengan jalanan berpasir, berkelok di antara rumah warga, tambak, hingga pekuburan atau tempak makam masyarakat Tionghoa. Itu pun kendaraan roda empat tidak bisa menyusuri desa ini sampai ujung. Dengan sepeda motor, kita berkendara tepat di sisi pantai.

Konon, dulu jarak antara rumah-rumah warga lebih dari satu kilometer. Sementara saat ini tidak sampai satu meter.

"Sewaktu saya kecil, jarak dari rumah ke pantai jauh. Sebelum pantai ada tambak-tambak. Kalau main bola (sepakbola) juga masih luas," ujar Kepala Desa Cemara Jaya, Yonglim Supardi.

Beruntung, kata dia, semenjak sabuk pantai dibangun, banjir rob tak separah pada 2016 lalu. Saat itu, air pasang menerjang rumah-rumah warga hingga sebetis rumah orang dewasa. Dampaknya, terjadilah abrasi dan rumah-rumah warga pun rusak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com